Menurut Dirjen PU (2007) menyatakan bahwa gerakan tanah merupakan suatu pergerakan massa tanah, batuan, atau bahan rombakan (tanah penutup atas) pembentuk lereng menuju arah bawah lereng. Karnawati (2005) menjelaskan penyebab terjadinya gerakan tanah dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pengontrol dan faktor pemicu.
Faktor pengontrol merupakan faktor yang menyebabkan tebing atau lereng rentan bergerak, sedangkan faktor pemicu merupakan faktor yang menyebabkan lereng atau tebing yang rentan bergerak menjadi keadan kritis dan akhirnya bergerak. Faktor pengontrol terdiri atas kondisi geomorfologi, kondisi stratigrafi (jenis batuan/tanah), kondisi struktur geologi, kondisi hidrologi dan kondisi tata guna lahan. Sedangkan faktor pemicu gerakan tanah dapat melalui proses alamiah, proses non-alamiah atau keduanya. Secara umum, gangguan tanah dapat berupa hujan, getaran, dan aktivitas manusia. (Putra & Ismail, 2015)
Gerakan tanah yang dipicu hujan biasanya memiliki curah hujan tertentu dan berlangsung selama periode tertentu. Daerah yang mengalami curah hujan yang tinggi memicu longsor pada lereng tanah yang mudah menyerap air. Sedangkan, pada daerah yang mengalami curah hujan sedang namun berlangsung dalam periode yang lama memicu longsor pada lereng tanah kedap air. (Pramumijoyo & Karnawati, 2006)
Selanjutnya, getaran pada tanah berpengaruh dalam menambah gaya gerak tanah serta mengurangi gaya penahan pada tanah lereng. Selain itu, aktivitas manusia juga menjadi faktor pemicu gerakan tanah. Pembukaan lahan secara sembarang, pemotongan tebing, dan penanaman pohon dengan jenis yang terlalu berat dapat meningkatkan potensi bergeraknya tanah. (Pramumijoyo & Karnawati, 2006)
Berdasarkan penelitian Yusmardan, Nazli, dan Faisal di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh menunjukkan bahwa salah satu faktor dari terjadinya gerakan tanah yaitu faktor curah hujan. Dimana klasifikasi faktor curah hujan dibagi menjadi 6 klasifikasi berdasarkan curah hujan tahunan dalam satuan mm/tahun. Banyaknya gerakan tanah yang terjadi pada curah hujan 2500 sampai 4500 mm/tahun mengindikasikan bahwa semakin sering terjadinya hujan akan menambah beban di dalam batuan atau tanah yang dapat mengakibatkan terjadinya gerakan tanah.
Adapula penelitian yang dilakukan oleh Wahyu, Andri, dan Hana pada tahun 2018 di Wilayah Kabupaten Wonogiri. Pada wilayah ini terbagi menjadi 4 daerah tingkat kerentanan gerakan tanahnya. Tingkat kerentanan gerakan tanah rendah memiliki luas 1108,615 Ha. (0,596%). Tingkat kerentanan gerakan tanah sedang memiliki luas terbesar, yakni 136374,163 Ha (73,293%). Daerah wilayah Kabupaten Wonogiri dengan intensitas curah hujan 3000 – 3.500 (mm/tahun) menjadi salah satu penyebab dari tingkat kerentanan gerakan tanah sedang ini. Tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi memiliki luas 47690,164 Km2 (15.0775%) dan tersebar hampir di seluruh Kabupaten Wonogiri. Selain curah hujan, kemiringan lereng pun berpengaruh terhadap gerakan tanah, dimana lereng dengan besar kemiringan 15%-25% memiliki tingkat kerentanan sedang dan lereng dengan kemiringan lereng 25%-35% memiliki tingkat kerentanan tinggi. (Darmawan, Suprayogi, & Firdaus, 2018)
Menurut Santosa (2003), untuk menanggulangi pergeseran atau pergerakan tanah ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu:
- Pelandaian lereng dengan pembuatan teras-teras.
- Pembuatan dan perbaikan saluran drainase.
- Surface grouting atau penyemprotan semen di permukaan untuk mencegah masuknya air ke dalam tanah, mencegah erosi, dan mencegah pelapukan.
- Borehole grouting atau memasukkan semen ke dalam tanah untuk meningkatkan kekuatan mekanik batuan.
- Anchoring dan bolting untuk menahan beban batuan yang akan bergerak dengan mengikatnya pada batuan yang diam.
Kejadian Gerakan Tanah di Kecamatan Karangtengah.
Kejadian Gerakan Tanah di Kecamatan Selogiri