Globalisasi
Globalisasi |
---|
Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya.[1][2] Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.Kesalahan pengutipan: Tag <ref>
harus ditutup oleh </ref>
Pada abad ke-20, kendaraan darat, angkutan intermodal, dan maskapai penerbangan membuat transportasi semakin cepat. Penemuan telekomunikasi elektronik, seperti telepon genggam dan Internet, membuat miliaran orang bisa saling terhubung dengan berbagai cara pada tahun 2010.
Etimologi dan penggunaan[sunting | sunting sumber]
Istilah 'globalisasi' diambil dari kata globalize yang merujuk pada kemunculan jaringan sistem sosial dan ekonomi berskala internasional.[3] Istilah ini pertama kali digunakan sebagai kata benda dalam sebuah tulisan berjudul Towards New Education; kata 'globalisasi' di sini menunjukkan pandangan pengalaman manusia secara menyeluruh di bidang pendidikan.[4] Istilah serupa, corporate giants (raksasa perusahaan), dicetuskan oleh Charles Taze Russell pada tahun 1897[5] untuk menyebut perusahaan-perusahaan besar nasional pada waktu itu. Tahun 1960-an, kedua istilah tadi mulai dijadikan sinonim oleh para ekonom dan ilmuwan sosial lainnya. Ekonom Theodore Levitt diakui secara luas sebagai pencipta istilah kata 'globalisasi' melalui artikelnya yang berjudul "Globalization of Markets". Artikel ini terbit di Harvard Business Review edisi Mei–Juni 1983. Namun, kata 'globalisasi' sebelumnya sudah banyak digunakan (setidaknya sejak 1944) dan dipakai oleh beberapa pengamat sejak 1981.[6] Levitt bisa dianggap sebagai orang yang memopulerkan kata ini dan memperkenalkannya ke kalangan pebisnis utama pada paruh akhir 1980-an. Sejak dirumuskan, konsep globalisasi telah menginspirasi sejumlah definisi dan interpretasi, mulai dari cakupan perdagangan dan imperium besar di Asia dan Samudra India pada abad ke-15 sampai seterusnya.[7][8] Karena konsep ini begitu rumit, banyak proyek penelitian, artikel, dan diskusi yang tetap berfokus pada aspek tunggal globalisasi.[1]
Roland Robertson, dosen sosiologi Universitas Aberdeen, salah satu penulis pertama di bidang globalisasi, mendefinisikan globalisasi pada tahun 1992 sebagai:
...pemadatan dunia dan pemerkayaan kesadaran dunia secara keseluruhan.[9]
Sosiolog Martin Albrow dan Elizabeth King mendefinisikan globalisasi sebagai:
...semua proses yang menyatukan penduduk dunia menjadi satu masyarakat dunia yang tunggal.[2]
Di The Consequences of Modernity, Anthony Giddens memakai definisi berikut:
Globalisasi dapat diartikan sebagai intensifikasi hubungan sosial dunia yang menghubungkan tempat-tempat jauh sehingga peristiwa di suatu tempat dapat dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di tempat lain sekian kilometer jauhnya dan sebaliknya.[10]
Di Global Transformations, David Held dan lainnya mendefinisikan globalisasi sebagai:
Meski dalam artian paling sederhananya globalisasi mengacu pada pelebaran, pendalaman, dan pemercepatan interkoneksi global, definisi semacam itu perlu dijelaskan lebih jauh lagi. ... Globalisasi dapat ditempatkan di dalam satu kontinuum bersama lokal, nasional, dan regional. Di satu ujung kontinuum, terdapat hubungan dan jaringan sosial dan ekonomi yang berbasis lokal dan/atau nasional; di ujung lain, terdapat hubungan dan jaringan sosial dan ekonomi yang menguat pada skala interaksi regional dan global. Globalisasi dapat merujuk pada proses perubahan ruang-waktu yang menopang transformasi susunan kehidupan manusia dengan menghubungkan sekaligus memperluas aktivitas manusia melintasi wilayah dan benua. Tanpa melihat kaitan keruangan seperti itu, istilah ini takkan bisa dirumuskan secara jelas atau runtun. ... Definisi globalisasi yang tepat harus bisa mencakup elemen-elemen berikut: jangkauan, intensitas, kecepatan, dan pengaruh.[11]
Dalam buku The Race to the Top: The Real Story of Globalization, jurnalis Swedia Thomas Larsson menyatakan bahwa globalisasi adalah:
...proses penyusutan dunia sehingga jarak semakin pendek dan segala hal terasa semakin dekat. Globalisasi mengacu pada semakin mudahnya interaksi antara seseorang di satu tempat dengan orang lain di belahan dunia yang lain.[12]
Jurnalis Thomas L. Friedman memopulerkan kata "flat world" (dunia datar). Ia berpendapat bahwa perdagangan global, outsourcing, rantai suplai, dan kekuatan politik telah mengubah dunia lebih baik atau buruk secara permanen. Ia menegaskan bahwa globalisasi berlangsung semakin cepat dan pengaruhnya terhadap organisasi dan praktik bisnis akan terus berkembang.[13]
Ekonom Takis Fotopoulos mendefinisikan "globalisasi ekonomi" sebagai pembebasan dan deregulasi pasar komoditas, modal, dan tenaga kerja yang berujung pada globalisasi neoliberal masa kini. Ia memakai istilah "globalisasi politik" untuk menyebut kemunculan kaum elit transnasional dan hilangnya negara bangsa. "Globalisasi budaya" digunakan untuk menyebut homogenisasi budaya dunia. Istialh lainnya adalah "globalisasi ideologi", "globalisasi teknologi", dan "globalisasi sosial".[14]
Manfred Steger, dosen studi global dan ketua riset di Global Cities Institute di RMIT University, mengidentifikasi empat dimensi globalisasi empiris utama: ekonomi, politik, budaya, dan ekologi, ditambah dimensi kelima (ideologi) yang melintasi empat dimensi lainnya. Menurut Steger, dimensi ideologi dipenuhi oleh serangkaian norma, klaim, kepercayaan, dan penjelasan tentang fenomena itu sendiri.[15]
Pada tahun 2000, International Monetary Fund (IMF) mengidentifikasi empat aspek dasar globalisasi: perdagangan dan transaksi, pergerakan modal dan investasi, migrasi dan perpindahan manusia, dan pembebasan ilmu pengetahuan.[16] Di sektor perdagangan dan transaksi, negara-negara berkembang telah meningkatkan pangsa perdagangan dunianya dari 19 persen tahun 1971 menjadi 29 persen pada tahun 1999. Akan tetapi, ada perbedaan besar di sejumlah kawasan. Misalnya, negara industri baru (NIE) di Asia berhasil, sedangkan seluruh negara di Afrika gagal. Barang yang diekspor negara merupakan indikator kesuksesan yang penting. Ekspor barang pabrikan meningkat dan didominasi oleh negara-negara maju dan NIE. Ekspor komoditas seperti makanan dan bahan mentah biasanya berasal dari negara-negara berkembang. Pangsa total ekspor komoditas menurun seiring waktu.
Dari sini, pergerakan modal dan investasi dapat dipandang sebagai aspek dasar globalisasi yang lain. Arus modal swasta ke negara-negara berkembang naik sepanjang 1990-an, menggantikan "bantuan" atau "bantuan pembangunan" yang berkurang setelah awal 1980-an. Investasi langsung asing (FDI) menjadi kategori paling penting. Investasi portofolio dan kredit bank meningkat namun semakin volatil dan akhirnya anjlok akibat krisis keuangan akhir 1990-an. Antara 1965–90, jumlah tenaga kerja yang bermigrasi bertambah dua kali lipat. Sebagian besar migrasi terjadi antara negara berkembang dna negara kurang maju (LDC).[17]
Paul James, Direktur United Nations Global Compact Cities Programme, berpendapat bahwa empat bentuk globalisasi yang berbeda juga bisa dibedakan sehingga melengkapi dan melintasi semua dimensi globalisasi.[18] Menurut James, bentuk globalisasi dominan yang tertua adalah globalisasi berwujud, yaitu perpindahan manusia. Bentuk dominan tertua kedua adalah globalisasi lembaga, yaitu sirkulasi agen dari berbagai institusi, organisasi, dan badan, termasuk agen-agen imperial. Bentuk ketiganya, globalisasi objek, merupakan pergerakan komoditas dan objek tukar lainnya. Perpindahan ide, gambar, ilmu pengetahuan, dan informasi di dunia disebut globalisasi tak berwujud, dan saat ini globalisasi tak berwujud merupakan bentuk yang paling dominan. James berpendapat bahwa pengelompokkan semacam ini memungkinkan kita memahami bahwa bentuk globalisasi yang paling berwujud seperti perpindahan pengungsi dan migran justru semakin dibatasi, sedangkan bentuk yang paling tak berwujud seperti sirkulasi instrumen keuangan semakin tidak dibatasi.[19]
Pengertian[sunting | sunting sumber]
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Jan Aart Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
- Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
- Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
- Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
- Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
- Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.[20]
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Ada penyebab jauh dan dekat yang dapat ditemukan pada faktor-faktor sejarah yang memengaruhi globalisasi. Globalisasi berskala besar dimulai pada abad ke-19.[21]
Kuno[sunting | sunting sumber]
Globalisasi kuno dipandang sebagai suatu fase dalam sejarah globalisasi yang mengacu pada peristiwa dan perkembangan globalisasi sejak masa peradaban terawal sampai kira-kira tahun 1600-an. Istilah ini dipakai untuk menyebut hubungan antara masyarakat dan negara dan cara keduanya dibentuk oleh persebaran ide dan norma sosial baik di tingkat lokal maupun regional.[22]
Dalam skema ini, ada tiga penyebab yang dipaparkan sebagai pemicu globalisasi. Penyebab pertama adalah pemikiran Timur yang berarti bahwa negara-negara Barat telah mengadaptasi dan menerapkan prinsip-prinsip yang dipelajari dari Timur.[22] Tanpa ide tradisional dari Timur, globalisasi Barat tidak akan terjadi sebagaimana mestinya. Penyebab kedua adalah jarak; interaksi antarnegara belum berskala global dan masih berada di seputaran Asia, Afrika Utara, Timur Tengah, dan sebagian Eropa.[22] Pada globalisasi awal, negara masih sulit berinteraksi dengan negara lain yang letaknya jauh. Kemajuan teknologi kemudian memungkinkan negara mengetahui keberadaan negara lain yang letaknya jauh, dan fase globalisasi yang baru pun terjadi. Penyebab ketiga adalah saling ketergantungan, kestabilan, dan regularitas. Jika suatu negara tidak bergantung dengan negara lain, tidak ada cara lain bagi negara tersebut untuk memengaruhi dan dipengaruhi oleh negara lain. Inilah salah satu penggerak utama di balik hubungan dan perdagangan global. Tanpa keduanya, globalisasi tidak akan berjalan seperti yang sudah-sudah dan negara akan tetap bergantung pada produksi dan sumber dayanya sendiri supaya bisa terus berdiri. Sejumlah pakar berpendapat bahwa globalisasi kuno tidak berjalan seperti globalisasi modern karena negara-negara waktu itu tidak saling bergantung seperti sekarang.[22]
Ada pula sifat multipolar dalam globalisasi kuno yang melibatkan partisipasi aktif bangsa non-Eropa. Karena globalisasi kuno sudah ada sebelum Pembelahan Besar abad ke-19, masa ketika Eropa Barat memiliki produksi industri dan hasil ekonomi yang lebih maju ketimbang kawasan lain di dunia, globalisasi kuno menjadi fenomena yang tidak hanya digerakkan oleh Eropa tetapi juga oleh wilayah Dunia Lama yang ekonominya sudah maju seperti Gujarat, Bengal, pesisir Tiongkok, dan Jepang.[23]
Ekonom dan sosiolog historis Jerman Andre Gunder Frank berpendapat bahwa globalisasi diawali oleh munculnya hubungan dagang antara Sumer dan Peradaban Lembah Indus pada milenium ketiga SM. Globalisasi kuno ini terjadi pada Zaman Helenistik, zaman ketika pusat-pusat kota komersial membentuk poros budaya Yunani yang merentang dari India sampai Spanyol, termasuk Alexandria dan kota-kota era Alexander lainnya. Sejak itu, posisi geografis Yunani dan impor gandum memaksa bangsa Yunani melakukan perdagangan lewat laut. Perdagangan di Yunani kuno sangat tidak dibatasi, dan negara hanya mengendalikan suplai gandum.[24]
Modern Awal[sunting | sunting sumber]
Globalisasi modern awal atau proto-globalisasi mencakup periode sejarah globalisasi antara 1600 dan 1800. Konsep proto-globalisasi pertama kali diperkenalkan oleh sejarawan A. G. Hopkins dan Christopher Bayly. Istilah ini berarti fase peningkatan hubungan dagang dan pertukaran budaya yang menjadi ciri khas periode sebelum munculnya globalisasi modern pada akhir abad ke-19.[25] Fase globalisasi ini dicirikan oleh bangkitnya imperium maritim Eropa pada abad ke-16 dan 17. Imperium pertama yang muncul adalah Portugal dan Spanyol, yang diikuti Belanda dan Britania. Pada abad ke-17, perdagangan dunia berkembang lebih jauh ketika perusahaan kerajaan (chartered company) seperti British East India Company (didirikan tahun 1600) dan Vereenigde Oostindische Compagnie (didirikan tahun 1602, sering dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama yang membuka sahamnya) didirikan.[26]
Globalisasi modern awal berbeda dengan globalisasi modern dalam hal tujuan ekspansionisme, cara mengelola perdagangan global, dan tingkat pertukaran informasi. Periode ini ditandai oleh banyaknya perjanjian dagang seperti yang dilakukan East India Company, peralihan hegemoni ke Eropa Barat, terjadinya konflik berskala besar antara negara besar seperti Perang Tiga Puluh Tahun, dan munculnya komoditas baru seperti perdagangan budak. Perdagangan Segitiga memungkinan Eropa mendapatkan keuntungan dari sumber daya - sumber daya di dunia barat. Perpindahan hewan, tanaman, dan wabah penyakit yang dikaitkan dengan konsep Pertukaran Columbus oleh Alfred Crosby juga memainkan peran penting dalam proses ini. Perdagangan dan komunikasi modern awal melibatkan banyak kelompok masyarakat, termasuk pedagang Eropa, Muslim, India, Asia Tenggara, dan Tiongkok, terutama di kawasan Samudra Hindia.
Modern[sunting | sunting sumber]
Sepanjang abad ke-19, globalisasi mulai mendekati bentuknya yang modern akibat revolusi industri. Industrialisasi memungkinkan standardisasi produksi barang-barang rumah tangga menggunakan ekonomi skala, sedangkan pertumbuhan penduduk yang cepat menciptakan permintaan barang yang stabil. Pada abad ke-19, kapal uap sangat menghemat biaya transportasi internasional dan rel kereta menjadikan transportasi darat lebih murah. Revolusi transportasi terjadi antara 1820 dan 1850.[21] Jumlah negara yang ikut dalam perdagangan internasional semakin banyak.[21] Globalisasi pada masa ini sangat dipengaruhi oleh imperialisme abad ke-19 seperti yang terjadi di Afrika dan Asia. Penemuan kontainer kapal tahun 1956 turut memajukan globalisasi perdagangan.[27][28]
Setelah Perang Dunia Kedua, para politikus berhasil mewujudkan konferensi Bretton Woods, perjanjian yang disepakati negara-negara besar untuk menyusun kebijakan moneter internasional, perdagangan dan keuangan, dan pembentukan sejumlah lembaga internasional yang bertujuan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, pembebasan perdagangan secara bertahap, dan penyederhanaan dan pengurangan batasan perdagangan. Awalnya, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) mengeluarkan beberapa perjanjian untuk menghapus batasan perdagangan. GATT kemudian digantikan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk mengelola sistem perdagangan. Ekspor nyaris berlipat dari 8,5% total produk bruto dunia tahun 1970 menjadi 16,2% tahun 2001.[29] Pemanfaatan perjanjian global untuk memajukan perdagangan terhambat oleh gagalnya putaran negosiasi Doha. Banyak negara yang beralih ke perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral yang lebih kecil, misalnya Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Serikat–Korea Selatan 2011.
Sejak 1970-an, penerbangan semakin terjangkau bagi kelas menengah di negara-negara berkembang. Kebijakan langit terbuka dan maskapai bertarif rendah ikut mendorong persaingan pasar. Pada tahun 1990-an, pertumbuhan jaringan komunikasi bertarif rendah memangkas biaya komunikasi antarnegara. Banyak hal yang bisa dilakukan melalui komputer tanpa memedulikan lokasinya seperti akuntansi, pengembangan perangkat lunak, dan desain rekayasa.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan kebudayaan dunia tumbuh sangat cepat. Pertumbuhan ini melambat sejak 1910-an sampai seterusnya akibat Perang Dunia dan Perang Dingin,[30] tetapi berhasil melaju lagi sejak kebijakan neoliberal dirintis tahun 1980-an dan perestroika serta reformasi ekonomi Tiongkok Deng Xiaoping membawa paham kapitalisme barat ke Blok Timur lama.[31] Pada awal 2000-an, sebagian besar negara maju mengalami Resesi Besar,[32] sehingga memperlambat proses globalisasi untuk sementara.[33][34][35]
Perdagangan dan globalisasi telah berevolusi jauh pada masa kini. Masyarakat yang terglobalisasi memiliki serangkaian pendorong dan faktor yang terus mendekatkan manusia, kebudayaan, pasar, kepercayaan, dan aktivitasnya.[36]
Karakteristik Globalisasi[sunting | sunting sumber]
- Perubahan konsep ruang serta waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet membuat komunikasi global terjadi dengan cepat. Pergerakan massa, seperti pariwisata , membuat kita dapat merasakan banyak hal dari bermacam-macam budaya di dunia.
- Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadikan masing-masing saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perekonomian, pembagian pekerjaan yang baru secara internasional, meningkatnya pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi dunia seperti World Trade Organization (WTO).
- Peningkatan interaksi kultural lewat perkembangan media massa (contohnya televisi, film , musik, serta transmisi berita dan olahraga internasional). Saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalamai gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang beraneka ragam dari berbagai budaya, misalnya fashion, literatur, dan makanan.
- Meningkatnya masalah bersama, misalnya dalam aspek lingkungan, ekonomi, perdagangan obat terlarang internasional, kesehatan, dan terorisme.[37]
Teori[sunting | sunting sumber]
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoretis yang dapat dilihat, yaitu:
- Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
- Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
- Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
- Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
- Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoretis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
Aspek[sunting | sunting sumber]
Organisasi bisnis global[sunting | sunting sumber]
Seiring kemajuan transportasi dan komunikasi, bisnis internasional tumbuh pesat setelah awal abad ke-20. Bisnis internasional mencakup semua transaksi komersial (swasta, penjualan, investasi, logistik, dan transportasi) yang terjadi antara dua wilayah, negara, dan bangsa atau lebih di luar batas politiknya. Diversifikasi internasional ini disesuaikan dengan kinerja dan inovasi, namun biasanya kinerja meningkat dan inovasi menurun.[38] Biasanya perusahaan-perusahaan swasta melakukan transaksi untuk mendapatkan laba.[39] Transaksi bisnis semacam ini melibatkan sumber daya ekonomi seperti modal, sumber daya alam, dan sumber daya manusia untuk produksi barang fisik dan jasa internasional seperti keuangan, perbankan, asuransi, konstruksi, dan aktivitas produksi lainnya.[40]
Kerja sama bisnis internasional membuahkan perusahaan multinasional, yaitu perusahaan yang memiliki pendekatan global terhadap pasar dan produksi atau perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu negara. Sebuah perusahaan multinasional bisa juga disebut perusahaan transnasional. Perusahaan multinasional terkenal mencakup perusahaan makanan cepat saji seperti McDonald's dan Yum Brands, produsen kendaraan seperti General Motors, Ford Motor Company, dan Toyota, produsen elektronika konsumen seperti Samsung, LG, dan Sony, dan perusahaan energi seperti ExxonMobil, Shell, dan BP. Sebagian besar perusahaan besar beroperasi di beberapa pasar nasional.
Perusahaan atau bisnis umumnya berpendapat bahwa kelangsungan di pasar global yang baru mengharuskan mereka untuk mencari barang, jasa, tenaga kerja, dan material dari luar negeri supaya produk dan teknologinya bisa terus diperbarui agar dapat bertahan di tengah-tengah persaingan yang memanas.[41] Menurut laporan terkini dari McKinsey Global Institute, arus barang, jasa, dan keuangan mencapai $26 triliun pada tahun 2012 atau 36 persen dari PDB global. Jumlah tersebut 1,5 kali lebih banyak ketimbang tahun 1990.[42]
Perdagangan internasional[sunting | sunting sumber]
Perdagangan internasional adalah pertukaran modal, barang, dan jasa melintasi perbatasan atau wilayah internasional.[43] Di kebanyakan negara, perdagangan internasional menduduki pangsa besar dalam produk domestik bruto (PDB). Industrialisasi, transportasi maju, perusahaan multinasional, offshoring, dan outsourcing sama-sama memberi dampak besar terhadap perdagangan global. Pertumbuhan perdagangan internasional adalah komponen dasar dari globalisasi.
Keuntungan perdagangan absolut muncul ketika negara-negara dapat memproduksi suatu komoditas dengan biaya lebih rendah per unit ketimbang mitra dagangnya. Dengan logika yang sama, negara tersebut harus mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut.[44] Meski ada kemungkinan untung dagang dari keuntungan absolut, keuntungan komparatif, yaitu kemampuan menawarkan barang dan jasa dengan biaya marjinal dan biaya kesempatan yang lebih rendah, memperluas batas kemungkinan pertukaran yang sama-sama menguntungkan. Di lingkungan bisnis yang terglobalisasi, perusahaan berpikir bahwa keuntungan komparatif yang ditawarkan perdagangan internasional merupakan hal yang penting agar bisa terus bersaing.
Perjanjian dagang, blok ekonomi, dan zona perdagangan khusus[sunting | sunting sumber]
Penetapan kawasan perdagangan bebas menjadi sesuatu yang harus dilakukan pemerintahan era modern untuk melakukan perjanjian dagang dengan entitas asing dan multinasional.[46]
Zona Ekonomi Khusus (Special Economic Zone; SEZ) adalah kawasan geografis hukum ekonomi dan hukum lainnya lebih condong ke pasar bebas daripada hukum nasional negara tersebut. Hukum nasional bisa ditangguhkan di dalam zona khusus ini. Kategori SEZ mencakup berbagai macam zona, termasuk Zona Perdagangan Bebas (FTZ), Zona Pemrosesan Ekspor (EPZ), Zona Bebas (FZ), kawasan industri (IE), pelabuhan bebas, Zona Perusahaan Kota, dan lain-lain. Biasanya, tujuan zona ini adalah meningkatkan investasi langsung asing oleh investor asing, terutama bisnis internasional atau perusahaan multinasional (MNC). Zona ini adalah wilayah khusus yang pajak perusahaannya sangat rendah atau bahkan ditiadakan sama sekali untuk mendorong aktivitas ekonomi. Pelabuhan bebas sejak dulu memiliki peraturan cukai yang menguntungkan, misalnya pelabuhan bebas Trieste. Seringkali pelabuhan bebas ini merupakan bagian dari zona ekonomi bebas.
FTZ adalah tempat barang didatangkan, ditangani, diproduksi atau disesuaikan, dan diekspor kembali tanpa campur tangan otoritas bea cukai. Ketika barang sudah pindah ke tangan konsumen di dalam negara di luar FTZ, barulah barang tersebut tunduk pada peraturan cukai yang ada. Zona perdagangan bebas ditetapkan di sekitar pelabuhan besar, bandara internasional, dan perbatasan nasional, tempat-tempat dengan keuntungan dagang secara geografis.[47] It is a region where a group of countries has agreed to reduce or eliminate trade barriers.[48]
Kawasan perdagangan bebas adalah blok dagang yang negara-negara anggotanya telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas yang menghapus tarif, kuota impor, dan preferensi pada sebagian besar (jika tidak semua) barang dan jasa yang diperdagangkan antarnegara. Jika penduduknya bebas berpindah antarnegara, selain kawasan perdagangan bebas, kawasan ini juga bisa dianggap sebagai perbatasan terbuka. Uni Eropa, yang beranggotakan 27 negara, menyediakan kawasan perdagangan bebas dan perbatasan terbuka.
Zona Industri Khusus (Qualified Industrial Zone; QIZ) adalah kawasan industri yang menaungi operasi pabrik di Yordania dan Mesir. QIZ adalah zona perdagangan bebas khusus yang didirikan bekerja sama dengan Israel untuk memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas antara Amerika Serikat dan israel. Di bawah perjanjian dagang dengan Yordania seperti yang ditetapkan Amerika Serikat, barang-barang yang diproduksi di QIZ bisa langsung masuk ke pasar AS tanpa tarif datau kuota impor jika memenuhi syarat tertentu. Untuk mendapat status tersebut, barang yang dihasilkan di zona ini harus mengandung sedikit sumbangan atau input dari Israel. Selain itu, nilai minimum sebesar 35% harus ditambahkan ke produk akhirnya. QIZ adalah ide pebisnis Yordania Omar Salah, dan QIZ pertama ditetapkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1997.
Asia Pasifik disebut-sebut sebagai "kawasan dagang paling terintegrasi di muka Bumi" karena perdagangan intraregionalnya mencakup sekitar 50-60% dari total impor dan ekspor Asia Pasifik.[49] Asia Pasifik juga memiliki perdagangan ekstraregional. Ekspor barang konsumen seperti televisi, radio, sepeda, dan tekstil ke Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang turut mendorong ekspansi ekonomi.[50]
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN[51] adalah perjanjian blok dagang Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) yang mendukung produsen lokal di semua negara ASEAN. Perjanjian AFTA ditandatangani pada 28 Januari 1992 di Singapura. Ketika perjanjian AFTA ditandatangani, ASEAN masih beranggotakan enam negara, yaitu Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Vietnam bergabung tahun 1995, Laos dan Myanmar tahun 1997 dan Kamboja tahun 1999.
Surga pajak[sunting | sunting sumber]
Surga pajak adalah negara atau daerah yang menurunkan pajak atau bahkan meniadakannya sama sekali. Daerah seperti ini dimanfaatkan sejumlah perusahaan untuk upaya penghindaran pajak dan pengelakan pajak.[53] Pihak perorangan maupun perusahaan menganggap surga pajak cocok untuk mendirikan anak perusahaan terselubung atau pindah ke wilayah yang nilai pajaknya rendah atau tidak ada sama sekali. Keberadaan surga pajak menciptakan situasi persaingan pajak di kalangan pemerintahan. Beberapa yurisdiksi sengaja menjadikan wilayahnya surga bagi kategori pajak tertentu dan kategori penduduk dan perusahaan tertentu.[54] Negara yang berdaulat atau memiliki pemerintahan sendiri di bawah hukum internasional secara teori memiliki kekuasaan tak terbatas untuk menerapkan hukum pajak di wilayahnya, kecuali dibatasi oleh perjanjian internasional sebelumnya. Fitur utama surga pajak adalah hukum dan peraturannya dapat digunakan untuk menghindari atau mengelak dari hukum atau peraturan yurisdiksi lain.[55] Dalam laporan pemanfaatan surga pajak oleh perusahaan Amerika Serikat bulan Desember 2008,[56] U.S. Government Accountability Office tidak mampu menetapkan definisi surga pajak yang pas, tetapi mencantumkan kriteria tertentu yang menguatkan keberadaannya: pajak tidak ada atau sedikit; tidak adanya pertukaran informasi pajak yang efektif dengan otoritas pajak asing; tidak adanya transparansi daam pelaksanaan peraturan legislatif, hukum, atau administratif; tidak adanya persyaratan untuk pendirian cabang; dan promosi diri sebagai pusat keuangan lepas pantai.
Laporan Tax Justice Network tahun 2012 memperkirakan bahwa antara US$21 triliun dan $32 triliun dilindungi dari pajak di sejumlah surga pajak rahasia di dunia. Apabila kekayaan sebanyak itu mendapat bunga 3% per tahunnya dan laba modalnya dipajaki sebesar 30%, pendapatan pajak bisa mencapai $190 miliar sampai $280 miliar, lebih banyak dibandingkan pelindung pajak manapun.[57] Jika aset lepas pantai rahasia ikut dihitung, beberapa negara pengutang bisa dianggap sebagai negara kreditur.[58] Akan tetapi, direktur kebijakan pajak Chartered Institute of Taxation mengaku skeptis dengan keakuratan jumlah tersebut.[59] Daniel J. Mitchell dari Cato Institute mengatakan bahwa laporan tersebut, saat menghitung pendapatan pajak yang hilang, berasumsi bahwa 100% uang yang disimpan di luar negeri merupakan upaya pengelakan pajak.[60]
Surga pajak menuai kritik karena sering berakhir dengan menumpuknya uang kas yang menganggur (idle cash)[61] yang mahal dan tidak efisien untuk repatriasi perusahaan.[62] Keuntungan pelindung pajak menciptakan insiden pajak yang merugikan masyarakat miskin.[63] Banyak surga pajak yang dianggap memiliki koneksi dengan pelaku "penipuan, pencucian uang, dan terorisme."[64] Walaupun banyak invetigasi penyalahgunaan surga pajak ilegal, jumlah pelaku yang dipidanakan tidak banyak.[65][66] Pelobian terkait surga pajak dan harga transfer juga dikritik.[67] Pandangan para akuntan terhadap kepantasan surga pajak telah berubah,[68] begitu pula pandangan para nasabah perusahaan,[69] pemerintahan,[70][71] dan politikus,[72][73] meskipun pemanfaatan surga pajak oleh perusahaan Fortune 500[74] dan lainnya masih lazim.[75] Rencana reformasi yang berpusat pada firma akuntansi yang masuk dalam Empat Besar terus didorong.[76] Beberapa pemerintahan tampaknya menggunakan spyware komputer untuk mengungkap neraca keuangan sejumlah perusahaan.[77]
Pariwisata internasional[sunting | sunting sumber]
Pariwisata adalah perjalanan untuk keperluan rekreasi, liburan, atau bisnis. Organisasi Pariwisata Dunia mendefinisikan wisatawan sebagai orang-orang yang "bepergian ke dan menetap di tempat-tempat selain lingkungan sekitar mereka selama tidak lebih dari satu tahun untuk keperluan liburan, bisnis, dan lain-lain".[78] Ada bermacam bentuk pariwisata seperti wisata pertanian, wisata kelahiran, wisata kuliner, wisata budaya, wisata lingkungan, wisata ekstrem, wisata geografi, wisata sejarah, wisata LGBT, wisata medis, wisata laut, wisata budaya pop, wisata agama, wisata kumuh, wisata perang, dan wisata kehidupan liar.
Globalisasi membuat pariwisata sebagai aktivitas liburan global yang populer. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa saat ini juga ada sekitar 500.000 orang di dalam pesawat terbang di seluruh dunia.[79]
Akibat resesi akhir 2000-an, permintaan perjalanan internasional turun drastis sejak paruh akhir 2008 sampai akhir 2009. Setelah meningkat sebanyak 5% pada paruh pertama 2008, pertumbuhan kedatangan wisatawan internasional mulai menurun pada paruh akhir 2008 dan persentase kenaikan untuk tahun itu turun menjadi 2%, berbeda dengan 7% pada tahun 2007.[80] Tren negatif ini semakin parah pada tahun 2009 karena merebaknya wabah virus influenza H1N1 sehingga jumlah kedatangan wisatawan internasional turun 4,2% pada tahun 2009 menjadi 880 juta orang, dan pendapatan pariwisata internasional turun 5,7%.[81] Salah satu pengecualian bagi perjalanan bebas adalah perjalanan dari Amerika Serikat ke Kanada dan Meksiko yang memiliki perbatasan semi-terbuka. Berdasarkan hukum Amerika Serikat, perjalanan ke negara-negara tersebut saat ini memerlukan paspor.[82]
Pada tahun 2010, jumlah uang yang berputar di bidang pariwisata internasional mencapai US$919 miliar, naik 6,5% sejak 2009, berkat peningkatan nilai riil sebesar 4,7%.[83] Tahun 2010, terdapat 940 juta kedatangan wisatawan internasional di seluruh dunia.[84]
Olahraga internasional[sunting | sunting sumber]
Ajang olahraga internasional modern bisa menjadi peristiwa besar yang memengaruhi aspek politik, ekonomi, dan budaya negara-negara di seluruh dunia. Dalam hal politik dan olahraga, olahraga dapat memengaruhi negara, identitasnya, dan dunia.
Olimpiade kuno merupakan serangkaian kompetisi yang diadakan antara perwakilan beberapa negara kota dan kerajaan dari Yunani Kuno. Kegiatan ini menampilkan pertandingan atletik, pertarungan, dan balap kereta kuda. Saat Olimpiade berlangsung, semua peperangan antara negara kota yang berpartisipasi ditunda sampai Olimpiade selesai.[85] Asal usul Olimpiade dipenuhi misteri dan legenda.[86] Sepanjang abad ke-19, Olimpiade menjadi kegiatan global yang populer.
Meski sejumlah ekonom skeptis dengan manfaat ekonomi penyelenggaraan Olimpiade sambil menekankan bahwa "kegiatan mega" seperti ini memakan biaya besar, penyelenggaraan Olimpiade (atau pencalonannya saja) dapat meningkatkan nilai ekspor negara penyelenggara, karena negara penyelenggara atau kandidat memberi tanda-tanda keterbukaan perdagangan saat mencalonkan diri sebagai penyelenggara Olimpiade.[87] Selain itu, ada penelitian yang menunjukkan bahwa penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas memberi efek positif yang kuat terhadap sumbangan filantropis perusahaan yang berkantor pusat di kota penyelenggara sehingga menguntungkan sektor nirlaba lokal. Efek positif ini mulai muncul pada tahun-tahun menjelang Olimpiade dan dapat bertahan beberapa tahun sesudahnya, tetapi tidak permanen. Temuan ini memperlihatkan bahwa penyelenggaraan Olimpiade mampu menciptakan kesempatan bagi pemerintah kota untuk memengaruhi perusahaan setempat agar menguntungkan sektor nirlaba lokal dan masyarakat sipil.[88] Olimpiade juga memberi efek negatif terhadap masyarakat di kota penyelenggara. Misalnya, Centre on Housing Rights and Evictions melaporkan bahwa persiapan Olimpiade membuat lebih dari dua juta orang terusir dari tempat tinggalnya selama dua dasawarsa terakhir dan merugikan masyarakat miskin.[89]
Globalisasi terus meningkatkan persaingan internasional di bidang olahraga. Piala Dunia FIFA merupakan pesta olahraga yang paling banyak ditonton di dunia. Sekitar 700 juta orang menyaksikan pertandingan final Piala Dunia FIFA 2010 di Afrika Selatan.[90]
Menurut peelitian A.T. Kearney tahun 2011 terhadap tim, liga, dan federasi olahraga, industri olahraga global bernilai antara €350 miliar dan €450 miliar (US$480-$620 miliar).[91] Semuanya mencakup konstruksi infrastruktur, perlengkapan olahraga, produk berlisensi, dan pertandingan olahraga langsung.
Perdagangan internasional ilegal[sunting | sunting sumber]
"Pasar gelap" dan kejahatan terorganisasi biasanya beroperasi di tataran transnasional dengan total penjualan global senilai hampir US$2 triliun per tahun.[93]
Perdagangan obat-obatan[sunting | sunting sumber]
Pada tahun 2010, United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) melaporkan bahwa perdagangan obat-obatan terlarang global menghasilkan lebih dari US$320 miliar per tahun.[94] PBB memperkirakan bahwa di seluruh dunia terdapat lebih dari 50 pengguna rutin heroin, kokain, dan obat sintetis.[95] Perdagangan spesies terancam internasional menempati posisi kedua di bawah perdagangan obat-obatan dalam "industri" penyelundupan.[96] Obat tradisional Tiongkok biasanya membutuhkan bahan dari semua bagian tumbuhan, daun, batang, bunga, akar, serta bahan dari hewan dan mineral. Penggunaan bagian tubuh spesies terancam (seperti kuda laut, tanduk badak, tanduk antelope saiga, dan tulang dan cakar harimau) menciptakan pasar gelap pemburu yang memburu hewan-hewan terlarang.[97][98]
Perdagangan dan penyelundupan manusia[sunting | sunting sumber]
Perdagangan manusia adalah aktivitas yang menjadikan manusia sebagai barang yang diperdagangkan, biasanya untuk keperluan perbudakan seks, tenaga kerja paksa, atau pengambilan organ atau jaringan tubuh,[99][100] termasuk pengganti kehamilan (surrogacy) dan pengangkatan sel telur.[101] Perdagangan manusia adalah industri bernilai tinggi dan salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat yang nilainya mencapai US$32 miliar per tahun. Sebagai perbandingan, semua perdagangan ilegal internasional pada tahun 2010 bernilai sekitar US$650 miliar.[102] Perdagangan manusia merupakan masalah global yang muncul akibat kesulitan ekonomi, budaya, hukum, dan kebijakan imigrasi.[103] Tahun 2004, total pendapatan tahunan perdagangan manusia diperkirakan antara US$5 miliar dan $9 miliar.[104] Tahun 2005, Patrick Belser dari ILO memperkirakan laba global tahunan dari perdagangan manusia mencapai US$31,6 miliar.[105] Tahun 2008, Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan hampir 2,5 juta orang dari 127 negara diperdagangkan ke 137 negara di seluruh dunia.[106]
Perdagangan manusia berbeda dengan penyelundupan manusia. Dalam penyelundupan manusia, orang yang diselundupkan dengan sukarela meminta atau mempekerjakan seseorang, biasa disebut penyelundup, untuk memindahkan mereka secara diam-diam dari satu tempat ke tempat lain. Biasanya penyelundupan jenis ini melibatkan pemindahan dari satu negara ke negara yang pernah menolak masuk pihak terselundup di perbatasan internasional. Tidak ada penipuan saat perjanjian awal antara pihak penyelundup dan terselundup. Setelah masuk ke negara tujuan dan tiba di tempat akhir, orang yang diselundupkan biasanya bebas untuk mencari jalannya sendiri. Menurut International Centre for Migration Policy Development (ICMPD), penyelundupan manusia adalah kejahatan terhadap negara karena melanggar hukum imigrasi dan tidak menganggap pelanggaran hak-hak migran yang diselundupkan sebagai tindak kejahatan. Perdagangan manusia adalah kejahatan terhadap korbannya karena melanggar hak-hak korban melalui paksaan dan eksploitasi.[107]
Globalisasi ekonomi[sunting | sunting sumber]
Globalisasi ekonomi adalah meningkatnya saling ketergantungan ekonomi negara-negara di dunia berkat percepatan pergerakan barang, jasa, teknologi, dan modal lintas perbatasan.[109] Jika globalisasi bisnis terpusat pada penghapusan peraturan perdagangan internasional semisal tarif, pajak, dan beban lainnya yang menghambat perdagangan global, globalisasi ekonomi adalah proses peningkatan integrasi ekonomi antar negara yang berujung pada munculnya pasar global dan pasar dunia tunggal.[110] Tergantung paradigmanya, globalisasi ekonomi bisa dipandang sebagai fenomena positif atau negatif. Globalisasi ekonomi terdiri dari globalisasi produksi, pasar, persaingan, teknologi, dan perusahaan dan industri.[109] Tren globalisasi saat ini dapat dianggap hasil dari integrasi negara maju dengan negara yang kurang maju melalui investasi langsung asing, pengurangan batasan perdagangan, reformasi ekonomi, dan imigrasi.
Tahun 1944, 44 negara menghadiri Konferensi Bretton Woods untuk menstabilkan mata uang dunia dan menetapkan kredit untuk perdagangan internasional pada era pasca Perang Dunia II. Tatanan ekonomi internasional yang direncanakan oleh konferensi ini menjadi pemicu tatanan ekonomi neoliberal yang digunakan hari ini. Konferensi ini juga menubuhkan beberapa organisasi yang penting bagi terbentuknya ekonomi global dan sistem keuangan global, seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, dan Organisasi Perdagangan Dunia.
Misalnya, reformasi ekonomi Tiongkok menghadapkan Tiongkok pada arus globalisasi tahun 1980-an. Para ahli menemukan bahwa Tiongkok berhasil mencapai tingkat keterbukaan yang sulit ditemukan di negara-negara besar dan padat lainnya. Persaingan barang asing menyentuh hampir semua sektor ekonomi Tiongkok. Investasi asing turut membantu meningkatkan kualitas produk dan pengetahuan dan standar, terutama di bidang industri berat. Pengalaman Tiongkok menguatkan klaim bahwa globalisasi ikut menambah kekayaan negara miskin.[111] Pada 2005–2007, Pelabuhan Shanghai menyandang gelar pelabuhan tersibuk di dunia.[112][113][114][115]
Contoh lainnya, liberalisasi ekonomi di India dan reformasi ekonominya dimulai pada tahun 1991. Per 2009, sekitar 300 juta orang, setara dengan jumlah penduduk Amerika Serikat, telah keluar dari jeratan kemiskinan.[116] Di India, alihdaya proses bisnis disebut-sebut sebagai "mesin pembangunan utama India sampai beberapa dasawarsa selanjutnya yang banyak berkontribusi pada pertumbuhan PDB, penambahan lapangan pekerjaan, dan pemberantasan kemiskinan".[117][118]
Sistem keuangan global[sunting | sunting sumber]
Pada awal abad ke-21, kerangka kerja perjanjian hukum, institusi, dan pelaku ekonomi formal dan informal dunia bersama-sama membantu arus modal keuangan internasional untuk keperluan investasi dan pendanaan perdagangan. Sistem keuangan global ini muncul saat terjadinya gelombang globalisasi ekonomi modern pertama yang ditandai dengan pendirian bank sentral, perjanjian multilateral, dan organisasi antarpemerintah yang bertujuan memperbaiki transparansi, regulasi, dan keefektifan pasar internasional.[120] Ekonomi dunia semakin terintegrasi secara finansial sepanjang abad ke-20 seiring terjadinya liberalisasi modal dan deregulasi sektor keuangan di setiap negara. Setelah terekspos dengna arus modal yang volatil, serangkaian krisis keuangan di Eropa, Asia, dan Amerika Latin turut berpengaruh pada negara-negara lain. Pada awal abad ke-21, berbagai lembaga keuangan tumbuh besar dengan jaringan aktivitas ekonomi yang lebih canggih dan terhubung. Ketika Amerika Serikat mengalami krisis keuangan pada awal abad tersebut, krisis tersebut merambat dengan cepat ke negara-negara lain. Krisis ini dikenal sebagai krisis keuangan global dan diakui sebagai pemicu Resesi Besar di seluruh dunia.
Pengetatan[sunting | sunting sumber]
Pemerintah kadang menjalankan kebijakan pengetatan atau austeritas untuk mengurangi defisit anggaran saat ekonomi melesu. Kebijakan ini meliputi pemotongan belanja, kenaikan pajak, atau campuran keduanya.[121][122][123] Kebijakan pengetatan menunjukkan likuiditas pemerintah terhadap krediturnya dan badan penilai kredit dengan cara menyetarakan pendapatan fiskal dengan belanja.
Efek pengetatan dari segi ekonomi belum jelas karena definisinya yang luas dan tidak spesifik, contoh eksperimen alamiahnya yang sedikit dari dulu, serta kemungkinan bercampur dengan efek peristiwa lain yang cenderung mendahului pengetatan seperti resesi dan krisis keuangan. Dalam makroekonomi, pengurangan belanja pemerintah akan meningkatkan jumlah pengangguran. Hal ini pula meningkatkan belanja jaring pengaman dan mengurangi pendapatan pajak sampai batas tertentu. Belanja pemerintah turut berkontribusi pada produk domestik bruto (PDB) sehingga rasio utang-ke-PDB yang menandakan likuiditas bisa jadi tidak segera membaik. Belanja defisit jangka pendek berkontribusi pada pertumbuhan PDB saat konsumen dan bisnis tidak mau atau tidak mampu belanja.[124] Menurut teori kontraksi fiskal ekspansioner (EFC), pengurangan belanja pemerintahan secara besar-besaran dapat mengubah ekspektasi pajak dan belanja pemerintah masa depan sehingga mendorong konsumsi swasta dan perluasan ekonomi secara menyeluruh.[125] Sejak 2011, Dana Moneter Internasional mengeluarkan peringatan terhadap upaya pengetatan yang dijalankan tanpa memperhatikan dasar-dasar ekonomi[126][127][128] dan banyak pengkritik yang mengatakan bahwa upaya pengetatan sering kali salah diarahkan dan berbahaya bagi ekonomi negara saat dijalankan.[129][130][131]
Pelarian modal[sunting | sunting sumber]
Pelarian modal terjadi ketika aset atau uang mengalir keluar dari suatu negara dengan cepat karena negara tersebut baru menaikkan tingkat pajak, tarif, upah tenaga kerja, atau kondisi keuangan lainnya yang dianggap merugikan seperti kemacetan utang pemeirntah yang mengganggu para investor. Pelarian modal kadang mengakibatkan hilangnya kekayaan dengan sangat cepat dan biasanya diiringi oleh turunnya nilai tukar negara yang terdampak dengan tajam, lantas memicu depresiasi nilai tukar mata uang atau devaluasi paksa dengan nilai tukar tetap. Peristiwa ini bisa sangat merugikan jika modalnya dimiliki oleh warga negara terdampak, karena bukan hanya warganya yang dibebani oleh hilangnya kepercayaan pada ekonomi dan devaluasi mata uangnya, tetapi juga aset mereka kehilangan banyak nilai nominalnya. Ini pun mengakibatkan penurunan tajam daya beli aset negara tersebut dan kenaikan harga barang impor.
Pelarian modal dapat menyebabkan krisis likuiditas di negara terdampak yang mengalami arus modal keluar, negara yang mengalami kehilangan aset investor karena dilikuidasi, dan negara yang terlibat di perdagangan internasional seperti perkapalan dan keuangan. Penelitian tahun 2008 yang diterbitkan oleh Global Financial Integrity memperkirakan pelarian modal atau arus keuangan ilegal dari negara berkembang mencapai "sekitar US$850 miliar sampai $1 triliun per tahun."[132] Pelaku pasar yang membutuhkan uang tunai kesulitan mencari rekan dagang potensial untuk dijadikan target penjualan asetnya. Ini bisa jadi merupakan konsekuensi partisipasi pasar yang rendah atau pengurangan uang tunai oleh pelaku pasar keuangan. Pemilik aset pun lantas terpaksa menjual aset-asetnya dengan harga di bawah harga dasar jangka panjang. Para peminjam biasanya menghadapi biaya pinjaman yang lebih tinggi dan persayratan kolateral, berbeda dengan masa-masa ketika likuiditas masih masuk akal. Utang tanpa jaminan hampir sulit diperoleh. Saat terjadi krisis likuiditas, pasar peminjaman antarbank tidak berjalan mulus.
Pelarian modal juga memengaruhi negara maju. Artikel tahun 2009 di The Times melaporkan bahwa ratusan pemberi pinjaman dan pengusaha kaya belakangan ini keluar dari Britania Raya karena pemerintahnya menaikkan pajak. Mereka pindah ke tempat-tempat yang pajaknya rendah seperti Jersey, Guernsey, Pulau Man, dan Kepulauan Virgin Britania.[133] Bulan Mei 2012, skala pelarian modal dari Yunani pasca pemilu legislatif "tanpa hasil" diperkirakan mencapai €4 miliar per minggu.[134] Pada akhir bulan itu, Bank Sentral Spanyol mengungkapkan bahwa arus modal senilai €97 miliar keluar dari ekonomi Spanyol pada kuartal pertama 2012.[135]
Ukuran globalisasi[sunting | sunting sumber]
Indeks[sunting | sunting sumber]
Pengukuran globalisasi ekonomi berfokus pada berbagai variabel seperti perdagangan, Investasi Langsung Asing (FDI), investasi portofolio, dan pendapatan. Indeks-indeks baru justru berusaha mengukur globalisasi dengan variabel yang lebih umum seperti aspek politik, sosial, budaya, dan lingkungan.[136]
Salah satu indeks globalisasi adalah KOF Index. KOF Index mengukur tiga dimensi utama globalisasi, yaitu ekonomi, sosial, dan politik.[137] Another is the A.T. Kearney / Foreign Policy Magazine Globalization Index.[138]
|
|
Kebijakan perdagangan bebas[sunting | sunting sumber]
Enabling Trade Index mengukur faktor, kebijakan, dan jasa yang membantu perdagangan barang lintas perbatasan sampai kota tujuan. Indeks ini terdiri dari empat sub-indeks, yakni akses pasar, kepengurusan perbatasan, sarana transportasi dan komunikasi, dan lingkungan bisnis. 20 negara teratas dalam indeks versi tahun 2010 adalah:[139]
- Singapura - 6,06
- Hong Kong - 5,70
- Denmark - 5,41
- Swedia - 5,41
- Swiss - 5,37
- Selandia Baru - 5,33
- Norwegia - 5,32
- Kanada - 5,29
- Luksemburg - 5,28
- Belanda - 5,26
- Islandia - 5,26
- Finlandia - 5,25
- Jerman - 5,20
- Austria - 5,17
- Australia - 5,13
- Uni Emirat Arab - 5,12
- Britania Raya - 5,06
- Chili - 5,06
- Amerika Serikat - 5,03
- Prancis - 5,02
Globalisasi sosial-budaya[sunting | sunting sumber]
Budaya[sunting | sunting sumber]
Globalisasi budaya telah meningkatkan kontak lintas budaya namun diiringi dengan berkurangnya keunikan komunitas yang dulunya terisolasi. Misalnya, sushi dapat ditemukan di Jerman dan Jepang, tetapi di sisi lain popularitas Euro-Disney melampaui popularitas kota Paris sehingga bisa saja mengurangi permintaan roti Prancis yang autentik.[140][141][142] Kontribusi globalisasi pada pengasingan seseorang dari tradisinya masih tergolong rendah daripada dampak modernitas itu sendiri seperti yang dikatakan eksistensialis Jean-Paul Sartre dan Albert Camus. Globalisasi telah memperluas kesempatan memperoleh rekreasi melalui penyebaran budaya pop lewat Internet dan televisi satelit.
Agama adalah salah satu elemen budaya pertama yang mengglobal; ada yang disebarkan melalui paksa, migrasi, evangelis, imperialis, dan pedagang. Kristen, Islam, Buddhisme, dan sekte-sekte terbaru seperti Mormonisme sudah memengaruhi kebudayaan endemik di tempat-tempat yang jauh dari tempat asalnya.[143]
Conversi mengklaim pada tahun 2010 bahwa globalisasi lebih didorong oleh arus aktivitas budaya dan ekonomi dari Amerika Serikat yang lebih dikenal sebagai Amerikanisasi[144][145] atau Westernisasi. Misalnya, dua gerai makanan dan minuman global tersukses di dunia adalah perusahaan asal Amerika Serikat, McDonald's dan Starbucks. Keduanya sering dijadikan contoh globalisasi karena masing-masing memiliki lebih dari 32.000[146] dan 18.000 gerai di seluruh dunia per tahun 2008.[147]
Istilah globalisasi bermakna transformasi. Tradisi kebudayaan seperti musik tradisional bisa saja lenyap atau berubah menjadi gabungan tradisi. Globalisasi mampu menciptakan keadaan darurat demi melestarikan warisan musik. Para pengarsip berusaha mengoleksi, merekam, atau menulis repertoar sebelum melodinya mengalami asimilasi atau penyesuaian. Musisi lokal berjuang mendapatkan keautentikan dan melestarikan tradisi musik daerah. Globalisasi dapat membuat para pementas atau seniman mengabaikan instrumen musik tradisional. Genre gabungan yang baru bisa menjadi bahan penelitian yang menarik.[148]
Globalisasi mendorong fenomena Musik Dunia dengan mengizinkan musik yang direkam di suatu tempat untuk mencapai pendengar di dunia Barat yang hendak mencari ide dan suara baru. Contohnya, banyak musisi Barat yang telah mengadopsi inovasi yang berasal dari kebudayaan lain.[149]
Istilah "Musik Dunia" awalnya ditujukan pada musik etnis. Sekarang, globalisasi memperluas cakupan istilah ini hingga sub-genre hibrid seperti World fusion, Global fusion, Ethnic fusion[150] and Worldbeat[151][152]
Musik juga tersebar keluar dari dunia Barat. Musik pop Anglo-Amerika menyebar ke seluruh dunia melalui MTV. Teori dependensi menjelaskan bahwa dunia adalah sistem internasional yang terpadu. Dari sudut pandang musik, ini berarti kehilangan identitas musik daerah.[153]
Bourdieu mengatakan bahwa persepsi konsumsi bisa dipandang sebagai identifikasi diri dan pembentukan identitas. Dari sisi musik, ini artinya setiap manusia memiliki identitas musiknya sendiri berdasarkan kesukaan dan selera. Kesukaan dan selera ini sangat dipengaruhi oleh kebudayaan karena kebudayaan adalah fakto paling mendasar yang membentuk keinginan dan perilaku seseorang. Konsep kebudayaan lokal sekarang berubah akibat globalisasi. Selain itu, globalisasi turut meningkatkan interdependensi faktor pribadi, politik, budaya, dan ekonomi.[154]
Laporan UNESCO tahun 2005[155] menunjukkan bahwa pertukaran budaya makin sering terjadi dari kawasan Asia Timur, namun negara-negara Barat masih eksportir budaya terbesar. Pada tahun 2002, Tiongkok merupakan eksportir budaya terbesar di dunia setelah Britania Raya dan Amerika Serikat. Antara tahun 1994 dan 2002, pangsa ekspor budaya Amerika Utara dan Uni Eropa menurun, sementara ekspor budaya Asia naik melampaui Amerika Utara. Fakta lainnya yang terkait adalah populasi dan luas Asia lebih besar berkali-kali lipat daripada Amerika Utara. Amerikanisasi berhubungan dengan masa-masa tingginya pengaruh politik tinggi Amerika Serikat dan pertumbuhan toko, pasar, dan barang Amerika Serikat yang diekspor ke negara lain.
Globalisasi, sebagia fenomena yang beragam, berkaitan dengan dunia politik multilateral serta perkembangan pasar dan benda budaya antarnegara. Pengalaman yang dialami India mengungkapkan jamaknya pengaruh globalisasi budaya.[156]
Multilingualisme dan lingua franca[sunting | sunting sumber]
Penutur multibahasa melampaui jumlah penutur monobahasa di dunia.[157] Saat ini, kebanyakan orang di dunia bisa menuturkan lebih dari satu bahasa.[158] Kontak bahasa terjadi ketika dua bahasa/varietas atau lebih saling beinteraksi. Kontak bahasa terjadi dalam berbagai fenomena, termasuk konvergensi bahasa, peminjaman kata, dan releksifikasi. Hasil kontak yang paling lazim adalah pidgin, kreol, ganti kode, dan bahasa campuran.
Multilingualisme mencuat sebagai fenomena sosial yang diatur oleh kebutuhan globalisasi dan keterbukaan budaya.[159] Berkat kemudahan akses informasi yang difasilitasi Internet, umat manusia semakin sering terekspos dengan bahasa asing, lantas memicu perlunya penguasaan beberapa bahasa.
Lingua franca adalah bahasa yang secara sistematis dipakai untuk berkomunikasi antar orang-orang yang bahasa ibunya tidak sama, biasanya memakai bahasa ketiga yang berbeda dengan bahasa ibu dua orang tersebut.[160] Saat ini, bahasa kedua yang paling populer adalah bahasa Inggris. Sekitar 3,5 miliar orang lumayan paham dengan bahasa tersebut.[161] Bahasa Inggris adalah bahasa yang paling dominan di Internet.[162] Sekitar 35% surat, teleks, dan kawat di dunia ditulis dalam bahasa Inggris; sekitar 40% program radio dunia disiarkan dalam bahasa Inggris.[163]
Meski penutur multibahasa sering dijumpai, jumlah bahasa yang dituturkan secara global terus berkurang. 20 bahasa terbesar yang penuturnya lebih dari 50 juta orang dituturkan oleh 50% penduduk dunia, sedangkan sisanya dituturkan di daerah-daerah kecil. Kebanyakan bahasa memiliki kurang dari 10.000 penutur.[164] Bahasa yang kurang tersebar ini sejak dulu terlindungi oleh lokasi geografisnya yang tertutup. Sekarang, penutur bahasa daerah dan minoritas makin sulit bersaing dengan penutur bahasa dominan sehinga bahasa-bahasa tersebut dianggap bahasa terancam. Jumlah total bahasa di dunia tepatnya tidak diketahui dan perkiraannya bermacam-macam tergantung faktornya. Perkiraan saat ini berada di antara 6.000 dan 7.000 bahasa[165] dan sekitar 50–90% di antaranya akan punah pada tahun 2100.[164]
Politik[sunting | sunting sumber]
Secara umum, globalisasi pada akhirnya akan mengurangi keistimewaan negara bangsa. Lembaga supranasional seperti Uni Eropa, WTO, G8, atau Mahkamah Internasional menggantikan atau memperluas fungsi negara untuk memfasilitasi perjanjian internasional.[166] Sejumlah pengamat menyebut globalisasi sebagai penyebab turunnya kekuatan Amerika Serikat, salah satunya akibat defisit perdagangan AS yang tinggi. Hal ini memicu perpindahan kekuatan global ke negara-negara Asia seperti Tiongkok yang memiliki kekuatan pasar dan berhasil meraih level pertumbuhan yang luar biasa. Per 2011, ekonomi Tiongkok diperkirakan akan mengalahkan Amerika Serikat pada tahun 2025.[167]
Organisasi nonpemerintah terus memengaruhi kebijakan publik melintasi batas negara, termasuk di bidang bantuan kemanusiaan dan pembangunan negara.[168] Organisasi amal dengan misi global juga selangkah di depan di bidang kemanusiaan. Badan amal seperti Bill and Melinda Gates Foundation, Accion International, Acumen Fund (sekarang Acumen), dan Echoing Green menggabungkan model bisnis dengan filantropi yang kemudian melahirkan organisasi bisnis seperti Global Philanthropy Group dan asosiasi filantropi baru seperti Global Philanthropy Forum. Proyek-proyek Bill and Melinda Gates Foundation mencakup komitmen senilai ratusan miliar dolar untuk mendanai imunisasi di beberapa negara miskin yang pertumbuhannya cepat,[169] serta ratusan juta dolar untuk mendanai program sosialisasi menabung bagi orang-orang miskin.[170] Hudson Institute memperkirakan bahwa total aliran dana dari filantropis swasta ke negara-negara berkembang mencapai US$59 miliar pada tahun 2010.[171]
Menanggapi globalisasi, sejumlah negara mulai menganut kebijakan isolasionisme. Misalnya, pemerintah Korea Utara mempersulit orang asing untuk memasuki negaranya dan sangat mengawasi aktivitas mereka seandainya dibolehkan masuk. Para pekerja sosial diperiksa secara menyeluruh dan tidak diizinkan mengunjungi tempat-tempat yang dilarang pemerintah. Warga Korea Utara tidak bisa seenaknya keluar dari negara itu.[172][173]
Media dan opini publik[sunting | sunting sumber]
Penelitian tahun 2005 oleh Peer Fiss dan Paul Hirsch menemukan peningkatan jumlah artikel negatif terhadap globalisasi pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun 1998, artikel negatif mengalahkan artikel positif dengan perbandingan dua banding satu.[174] Pada tahun 2008, Greg Ip mengklaim bahwa kenaikan jumlah penolakan terhadap globalisasi ini diakibatkan oleh nafsu ekonomi pribadi.[175] Jumlah artikel koran yang cenderung negatif bertambah dari 10% total artikel koran tahun 1991 menjadi 55% pada tahun 1999. Peningkatan ini terjadi pada masa ketika jumlah total artikel mengenai globalisasi nyaris berlipat ganda.[174]
Sejumlah jajak pendapat internasional menunjukkan bahwa penduduk negara berkembang cenderung lebih menyukai globalisasi.[176] BBC menemukan bahwa semakin banyak masyarakat negara berkembang yang menganggap globalisasi berjalan terlalu cepat. Di beberapa negara seperti Meksiko, Amerika Tengah, Indonesia, Brasil, dan Kenya, mayoritas masyarakatnya justru merasa globalisasi berjalan terlalu lambat.[177]
Philip Gordon mengatakan bahwa, "[per 2004] mayoritas warga Eropa percaya bahwa globalisasi dapat memperkaya hidup mereka, dan percaya bahwa Uni Eropa dapat membantu mereka memanfaatkan keuntungan globalisasi sekaligus melindungi mereka dari dampak negatifnya."[178] Penolakan lebih banyak berasal dari kalangan sosialis, grup lingkungan, dan nasionalis.
Penduduk UE tampak tidak merasa terancam oleh globalisasi pada 2004. Pasar pekerjaan UE lebih stabil dan kecil sekali kemungkinan pemotongan upah/tunjangan bagi para pekerjanya. Anggaran sosial di Uni Eropa lebih tinggi daripada Amerika Serikat.[179] Dalam jajak pendapat di Denmark tahun 2007, 76% responden menjawab bahwa globalisasi adalah sesuatu yang bagus.[180]
Fiss, et al., menyurvei opini publik Amerika Serikat tahun 1993. Survei mereka menunjukkan bahwa pada tahun 1993 lebih dari 40% responden tidak kenal dengan konsep globalisasi. Ketika survei ini dilakukan lagi tahun 1998, 89% responden memiliki pandangan yang terbelah terhadap globalisasi, ada yang baik dan ada yang buruk. Pada saat yang sama, diskursus tentang globalisasi bermula di komunitas keuangan sebelum beralih ke perdebatan panas antara pendukung dan penentang dari kalangan pelajar dan pekerja. Polarisasi pendapat meningkat secara dramatis setelah WTO dibentuk tahun 1995; peristiwa ini dan unjuk rasa selanjutnya memunculkan pergerakan anti-globalisasi yang lebih besar.[174] Awalnya, pekerja berpendidikan tinggi berkemungkinan besar untuk mendukung globalisasi. Pekerja kurang berpendidikan, yang lebih layak bersaing dengan imigran dan pekerja di negara berkembang, cenderung menentang globalisasi. Situasi berubah pasca krisis keuangan 2007. Menurut jajak pendapat tahun 1997, 58% lulusan universitas mengatakan bahwa globalisasi bagus bagi Amerika Serikat. Pada 2008, hanya 33% lulusan universitas yang berkata seperti itu. Responden yang pendidikan terakhirnya SMA juga menentang globalisasi.[175]
Menurut Takenaka Heizo dan Chida Ryokichi, pada 1998 ada persepsi di Jepang bahwa ekonomi mereka "kecil dan rapuh". Jepang memang minim sumber daya dan menggunakan aktivitas ekspor untuk membeli bahan mentah. Kegelisahan atas posisi mereka ini memunculkan istilah-istilah seperti 'internasionalisasi' dan 'globalisasi' ke percakapan sehari-hari. Namun tradisi Jepang dari dulu mengutamakan pemenuhan kebutuhan diri semampunya, terutama dalam hal pertanian.[181]
Keadaan bisa saja berubah pasca krisis keuangan 2007. BBC World Public Poll yang dilakukan tahun 2008 saat krisis terjadi menunjukkan bahwa penolakan globalisasi di negara-negara maju terus meningkat. Jajak pendapat BBC bertanya apakah globalisasi tumbuh terlalu cepat atau tidak. Jawaban positif lebih banyak di Prancis, Spanyol, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman. Tren penolakan di negara-negara ini tampaknya lebih kuat daripada di Amerika Serikat. Jajak pendapat tersebut juga mengaitkan kecenderungan anggapan bahwa globalisasi berjalan terlalu cepat dengan persepsi bahwa kerentanan ekonomi dan kesenjangan sosial terus meningkat.[177]
Banyak pihak di negara berkembang memandang globalisasi sebagai penggerak positif yang mengangkat mereka dari jeratan kemiskinan.[182] Pihak penentang globalisasi biasanya menggabungkna permasalahan lingkungan dengan nasionalisme. Mereka menganggap pemerintah sebagai agen neo-kolonialisme yang tunduk kepada perusahaan multinasional.[183] Kritik semacam ini berasal dari kelas menengah. Brookings Institute berpendapat bahwa kritik muncul karena kelas menengah melihat kelompok masyarakat berpendapatan rendah yang mobilitas sosialnya ke atas mengancam keamanan ekonomi mereka.[184]
Meski banyak kritikus menyalahkan globalisasi atas menurunna kelas menengah di negara-negara maju, kelas menengah justru tumbuh cepat di negara-negara berkembang.[185] Disertai urbanisasi, pertumbuhan kelas menengah semakin memperlebar celah kemakmuran antara kota dan desa.[186] Tahun 2002, 70% penduduk India tinggal di pedesaan dan bergantung pada sumber daya alam untuk aktivitas sehari-hari.[183] Akibatnya, organisasi masyarakat di pedesaan sering merasa keberatan dengan proses globalisasi.[187]
Organisasi nirlaba Reporters Without Borders setiap tahunnya merilis Indeks Kebebasan Pers, yaitu peringkat negara-negara di dunia berdasarkan catatan kebebasan pers pada tahun sebelumnya. Indeks ini mencerminkan tingkat kebebasan yang dinikmati jurnalis, kantor berita, dan netizen di setiap negara, serta upaya pemerintah untuk menghormati dan menjamin kebebasan ini.
Internet[sunting | sunting sumber]
Internet adalah produk globalisasi sekaligus penggerak (katalis) yang menghubungkan para pengguna komputer di seluruh dunia. Sejak 2000 sampai 2009, jumlah pengguna Internet di seluruh dunia naik dari 394 juta orang menjadi 1,858 miliar.[189] Pada tahun 2010, 22 persen penduduk dunia memiliki akses ke perangkat komputer dengan jumlah entri pencarian Google sebanyak 1 miliar per hari, 300 juta pengunjung blog, dan 2 miliar video ditonton setiap harinya di YouTube.[190] Menurut lembaga penelitian IDC, ukuran perdagangan elektronik dunia secara keseluruhan, termasuk transaksi bisnis-bisnis dan bisnis-konsumen global, mendekati US$16 triliun pada tahun 2013. IDate, lembaga penelitian lainnya, memperkirakan pasar produk dan jasa digital global bernilai US$4,4 triliun pada tahun 2013. Laporan Oxford Economics menambahkan kedua jumlah tersebut untuk mematok ukuran ekonomi digital secara keseluruhan di angka $20,4 triliun, setara dengan kira-kira 13,8% dari aktivitas penjualan dunia.[191]
Walaupun banyak pihak mengklaim perdagangan Internet membawa keuntungan ekonomi, ada pula bukti bahwa beberapa elemen Internet seperti peta dan jasa berbasis lokasi bisa mendorong kesenjangan ekonomi dan celah digital.[192] Perdagangan elektronik mungkin ikut bertanggung jawab atas konsolidasi dan lenyapnya bisnis rumah tangga (mom and pop, brick and mortar) sehingga terjadi peningkatan kesenjangan pendapatan.[193][194][195]
Komunitas daring adalah komunitas virtual yang eksis di Internet, dan anggota-anggotanya dapat membuatnya eksis dengan ambil bagian dalam ritual keanggotaan. Perubahan sosio-teknis yang besar bisa jadi diakibatkan oleh jejaring sosial Internet.[196]
Pertumbuhan penduduk[sunting | sunting sumber]
Penduduk dunia terus mengalami pertumbuhan sejak akhir Kelaparan Besar dan Wabah Hitam tahun 1350 pada angka 370 juta.[197] Tingkat pertumbuhan tertinggi – penduduk dunia bertambah di atas 1,8% per tahun – sempat terjadi pada 1950-an dan agak lama pada 1960-an dan 1970-an. Tingkat pertumbuhan memuncak di level 2,2% pada tahun 1963, dan turun sampai 1,1% pada tahun 2011. Total kelahiran tahunan sedang tinggi-tingginya pada akhir 1980-an atau sekitar 138 juta jiwa.[198] Tingkat kelahiran ini diperkirakan bertahan di level tahun 2011 sebanyak 134 juta jiwa. Tingkat kematian mencapai 56 juta jiwa per tahun dan diperkirakan naik menjadi 80 juta jiwa per tahun pada 2040.[199] Proyeksi terkini menunjukkan adanya kenaikan jumlah penduduk (namun tingkat pertumbuhannya turun perlahan) dan populasi dunia diperkirakan mencapai 7,5 dan 10.5 miliar tahun 2050.[200][201]
Kepala International Food Policy Research Institute, menyatakan pada tahun 2008 bahwa perubahan pola makan secara bertahap di kalangan orang kaya baru adalah faktor terpenting yang mendorong kenaikan harga pangan dunia.[202] Sejak 1950 sampai 1984, seiring terjadinya transformasi pertanian di seluruh dunia melalui Revolusi Hijau, produksi gandum naik lebih dari 250%.[203] Populasi dunia bertambah 4 miliar jiwa sejak awal Revolusi Hijau. Tanpa Revolusi Hijau, akan terjadi kelaparan dan malagizi yang lebih besar daripada yang didokumentasikan PBB saat ini; sekitar 850 juta orang menderita malagizi kronis tahun 2005).[204][205] Muncul kekhawatiran mengenai naiknya tingkat erosi tanah karena semakin banyak lahan digarap menggunakan peralatan mekanik, pupuk kimia, dan alat lainnya.[206][207][208] Dengan berlipatnya konsumsi makanan laut oleh manusia dalam 30 tahun terakhir yang menyusutkan tambak dan menghancurkan ekosistem laut, manusia perlu menyadari untuk menciptakan suplai makanan laut yang berkelanjutan.[209]
Pertumbuhan penduduk, berkurangnya sumber energi, kelangkaan pangan akan menghasilkan "badai sempurna" pada tahun 2030 menurut kepala ilmuwan pemerintah Britania Raya, John Beddington. Beddington mencatat bahwa cadangan pangan dunia berada di titik terendah dalam 50 tahun terakhir dan dunia akan memerlukan energi, pangan, dan air 50% lebih banyak pada 2030..[210][211] Kondisi pembalakan hutan dan erosi tanah di kawasan Sahel di selatan Sahara sangat parah.[212]
Dunia harus menghasilkan makanan 70% lebih banyak pada 2050 untuk memberi makan sekitar 2,3 miliar jiwa tambahan dan memenuhi permintaan seiring naiknya pendapatan, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB .[213] Sejumlah peneliti sosial telah memperingatkan adanya kemungkinan bahwa peradaban global akan mengalami periode kontraksi dan re-lokalisasi ekonomi akibat berkurangnya bahan bakar fosil dan naiknya krisis transportasi dan produksi makanan.[214][215][216] Helga Vierich memprediksi kembalinya aktivitas ekonomi lokal berkelanjutan seperti pemburu-pengumpul, hortikultura, dan pastoralisme.[217]
Urbanisasi[sunting | sunting sumber]
Pertumbuhan penduduk sepanjang masa industrialisasi cepat dan globalisasi abad ke-20 diiringi dengan bertambahnya urbanisasi di seluruh dunia. Tahun 2011, mayoritas penduduk dunia tinggal di kawasan perkotaan industri yang dikelilingi pabrik dan kantor bisnis, bukan lagi kawasan pedesaan tradisional yang didominasi pertanian.[218] Beberapa kota mulai muncul sebagai kota global dan dianggap sebagai pusat aktivitas ekonomi penting dunia. Megakota, yaitu kota yang dihuni lebih dari 10 juta orang, bertambah jumlahnya dari 3 kota pada tahun 1973 menjadi 24 pada tahun 2013. Jumlah tersebut diperkirakan bertambah menjadi 27 kota pada 2025.[219]
Kesehatan[sunting | sunting sumber]
Kesehatan global merupakan kesehatan penduduk dalam konteks global yang mencakup sudut pandang dan kekhawatiran negara-negara.[220] Permasalahan kesehatan yang melintasi perbatasan negara atau memiliki pengaruh poliitk dan ekonomi secara global terus ditekankan.[221] Kesehatan global didefinisikan sebagai 'bidang studi, penelitian, dan praktik yang prioritasnya adalah memperbaiki kesehatan dan mencapai kesetaraan kesehatan untuk semua orang di dunia'.[222] Lantas kesehatan global berkutat dengan perbaikan kesehatan dunia, pengurangan kesenjangan, dan perlindungan dari ancaman global yang tidak peduli dengan perbatasan negara.[223] Global Mental Health merupakan salah satu penerapan prinsip tersebut di ranah kesehatan mental.[224]
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merupakan lembaga kesehatan utama di tingkat internasional. Lembaga penting lainnya yang turut mengurus aktivitas kesehatan global adalah UNICEF, World Food Programme (WFP), United Nations University International Institute for Global Health, dan Bank Dunia. Inisiatif besar untuk memperbaiki kesehatan global diresmikan dengan nama Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Tujuan Pembangunan Milenium.[225]
Perjalanan internasional ikut menyebarkan penyakit menular yang mematikan.[226] Moda transportasi modern memungkinkan orang dan barang dalam jumlah besar bepergian keliling dunia secara lebih cepat, tetapi mereka juga membuka celah bagi perpindahan vektor penyakit lintas benua.[227] Salah satunya adalah AIDS/HIV.[228] Akibat imigrasi, sekitar 500.000 orang di Amerika Serikat diyakini menderita penyakit Chagas.[229] Pada tahun 2006, kadar tuberkulosis (TB) di kalangan penduduk Amerika Serikat kelahiran luar negeri 9,5 kali lipat lebih besar daripada penduduk kelahiran A.S.[230] Berawal di Asia, Wabah Hitam menewaskan sedikitnya sepertiga penduduk Eropa pada abad ke-14.[231] Kehancuran yang lebih parah dialami oleh penduduk asli benua Amerika setelah kedatangan pendatang Eropa "Dunia Baru" seperti Aztec, Maya, dan Inca tewas akibat penyakit cacar yang menyebar melalui proses kolonisasi Eropa.
Lingkungan alam global[sunting | sunting sumber]
Lingkungan alam mencakup semua makhluk hidup dan benda tak hidup yang terbentuk secara alamiah di Bumi atau suatu wilayah. Lingkungan alam adalah lingkungan yang meliputi interaksi seluruh spesies makhluk hidup.[232] Lingkungan alam berbeda dengan lingkungan bangun yang terdiri dari daerah dan komponen yang sangat dipengaruhi aktivitas manusia. Sulit untuk menemukan lingkungan yang benar-benar alami. Kealamiahan (naturalness) bervariasi dalam satu kontinuum, mulai dari 100% alami sampai 0% alami. Kita bisa mempertimbangkan berbagai aspek atau komponen lingkungan, lalu mengamati bahwa tingkat kealamiahannya tidak seragam.[233] Meski begitu, di dunia ini sudah tercipta sistem gabungan manusia–lingkungan.
Ancaman manusia terhadap lingkungan alam, seperti perubahan iklim, polusi air dan udara lintas perbatasan, pemancingan berlebih di lautan, dan penyebaran spesies invasif, membutuhkan solusi transnasional dan global. Karena pabrik-pabrik di negara berkembang meningkatkan produksi global dan kurang diatur oleh regulasi lingkungan, terjadi penambahan polusi air dan udara di seluruh dunia.[234][235]
Laporan State of the World tahun 2006 mencantumkan bahwa pertumbuhan ekonomi India dan Tiongkok yang tinggi tidak berkelanjutan. Laporan tersebut menyatakan, "Kapasitas ekologi dunia tidak cukup untuk memuaskan keinginan Tiongkok, India, Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat serta keinginan seluruh dunia secara berkelanjutan."[236] Dalam artikel berita tahun 2006, BBC melaporkan, "...apabila Tiongkok dan India mengonsumsi sumber daya per kapita yang sama seperti Amerika Serikat atau Jepang pada 2030, seisi planet Bumi dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka semua."[236] Dalam jangka panjang, efek ini dapat mengakibatkan bertambahnya konflik perebutan sumber daya alam[237] dan bencana Malthus. Investasi langsung internasional di negara berkembang akan memunculkan "race to the bottom" karena negara-negara tersebut berlomba-lomba melonggarkan hukum perlindungan lingkungan dan sumber daya alamnya untuk menarik modal asing.[238][239] Kebalikan teori ini bisa pula terjadi seandainya negara maju mempertahankan aktivitas ramah lingkungan dan membebankan tanggung jawabnya pada negara target investasinya, lantas menciptakan fenomena "race to the top".[238]
Waktu yang perlu dilalui dalam perjalanan lintas benua dan negara semakin menyusut karena globalisasi, sehingga negara-negara berkembang dan maju perlu mencari cara baru untuk menyelesaikan masalah dalam skala global, bukan regional lagi. Agencies like the United Nations now must be the global regulators of pollution, whereas before, regional governance was enough.[241] Serangkaian tindakan telah diambil oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengawasi dan mengurangi polutan atmosfer melalui Protokol Kyoto, Inisiatif Udara Bersih PBB, dan penelitian polusi udara dan kebijakan publik.[242] Lalu lintas, produksi, dan konsumsi dunia mengakibatkan peningkatan jumlah polutan udara secara global. Belahan Bumi utara adalah penghasil karbon monoksida dan sulfur dioksida terbesar.[243]
Perubahan modal alam mulai mengikis pemikiran ekonomi di salah satu bidang utama globalisasi ekonomi: pembagian tenaga kerja internasional dan produksi yang berbasis pada rantai persediaan global.[244] Batas keplanetan untuk sejumlah sumber daya alam strategis telah dicapai, dan sumber daya lainnya hampir mencapai batasnya. Seiring waktu, puncak minyak dan perubahan iklim akan menyebabkan "puncak globalisasi" yang dapat dilihat dari berkurangnya ton-mil barang yang diangkut lintas lautan dan benua. keunggulan komparatif rantai persediaan global akan dipatahkan oleh kenaikan biaya transportasi dan penundaan saat barang transit.[244]
Tiongkok dan India meningkatkan konsumsi bahan bakar fosil mereka setelah ekonominya beralih dari pertanian subsisten ke industri dan urbanisasi.[245][246] Konsumsi minyak Tiongkok naik 8% setiap tahun antara 2002 dan 2006, bertambah dua kali lipat sejak 1996–2006.[247] Tahun 2007, Tiongkok mengalahkan Amerika Serikat sebagai produsen emisi CO2 terbesar di dunia.[248] Hanya 1 persen dari 560 juta penduduk kota di Tiongkok (per 2007) yang menghirup udara bersih sesuai standar Uni Eropa. Ini artinya negara-negara maju bisa "mengalihdayakan" sebagian polusi konsumsinya ke negara yang punya banyak industri penghasil polusi.
Masyarakat memanfaatkan sumber daya hutan untuk menapai tingkat pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dari dulu, hutan di negara-negara berkembang awal mengalami "transisi hutan", yaitu periode deforestasi dan reforestasi ketika masyarakat di sekitarnya semakin maju, terindustrialisasi, dan memindahkan produksi sumber daya alam primernya ke negara lain melalui impor. Untuk negara di pinggir sistem global, tidak ada negara yang bisa dijadikan tempat pemindahan produksi SDA, dan degradasi hutan akan berlangsung tanpa henti. Transisi hutan memberi pengaruh besar terhadap hidrologi, perubahan iklim, dan keragaman hayati suatu wilayah melalui penurunan kualitas air serta penumpukan gas rumah kaca melalui reboisasi hutan baru menjadi hutan generasi kedua dan ketiga.[249][250] Sumber utama deforestasi adalah industri perkayuan yang didominasi oleh Tiongkok dan Jepang.[251] Pasar minyak palem global mengakibatkan deforestasi parah di Asia Tenggara sehingga banyak spesies hewan yang terancam keberlangsungannya, seperti badak, harimau, dan orangutan.[252][253]
Tanpa daur ulang, seng akan habis terpakai pada tahun 2037, indium dan hafnium akan habis tahun 2017, dan terbium habis pada tahun 2012.[254] Fenomena "puncak" lainnya, seperti puncak minyak, puncak batubara, puncak gas, puncak air, dan puncak gandum, ikut memengaruhi ketersediaan dan keberlangsungan modal alam.
Pada tahun 2003, 29% tambak laut terbuka terancam gagal.[255] Jurnal Science merilis sebuah penelitian empat tahun pada November 2006 yang memprediksi bahwa dengan frekuensi saat ini, dunia akan kehabisan makanan laut liar pada tahun 2048.[256] Sebaliknya, globalisasi menciptakan pasar global untuk budi daya ikan dan makanan laut yang pada tahun 2009 menyediakan 38% persediaan dunia dan mampu mengurangi pemancingan berlebih.[257]
Perdagangan barang global bergantung pada transportasi barang yang andal dan murah dalam rantai persediaan yang rumit dan jauh.[244] Pemanasan global dan puncak minyak menghambat globalisasi karena memiliki dampak atas biaya transportasi dan pergerakan barang. Karena melawan pola geografis keunggulan komparatif dengan biaya transportasi yang tinggi, perubahan iklim dan puncak minyak dapat mengakibatkan puncak globalisasi. Setelah puncak globalisasi, volume ekspor akan menurun berdasarkan ton-mil barang yang diangkut.[258]
Tenaga kerja global[sunting | sunting sumber]
Tenaga kerja global mengacu pada kelompok pekerja internasional, termasuk mereka yang dipekerjakan oleh perusahaan multinasional dan terhubung melalui sistem jaringan dan produksi global, pekerja imigran, pekerja migran transien, pekerja telekomuter, dan mereka yang terlibat dalam pekerjaan berorientasi ekspor atau pekerjaan kontingen serta pekerjaan keras. Per 2012, kelompok tenaga kerja global mencakup kira-kira 3 miliar orang, dan 200 juta di antaranya menganggur.[259]
Tenaga kerja global atau tenaga kerja internasional mencerminkan pembagian tenaga kerja internasional baru yang sudah muncul sejak akhir 1970-an pasca gelombang globalisasi yang lain. aktor ekonomi global yang mendorong bangkitnya perusahaan multinasional, yaitu perpindahan barang, jasa, teknologi, dan modal lintas perbatasan, terus mengubah cara pandang kita tentang tenaga kerja dan strukturnya saat ini. Berangkat dari proses sosial yang mendorong standardisasi dan industrialisasi, masyarakat pasca-industri di dunia Barat ditopang oleh industrialisasi di belahan dunia lain, terutama di Asia. Ketika industrialisasi berlangsung di seluruh dunia dan banyak kebudayaan beralih dari praktik kerja tradisional, cara majikan (employer) memandang dan memanfaatkan tenaga kerja ikut berubah.
Tenaga kerja global bersifat kompetitif dan disebut-sebut sebagai "perang pencarian bakat."[260] Persaingan ini sebagian disebabkan oleh teknologi komunikasi yang membantu berbagai perusahaan mendapatkan status multinasional. Teknologi komunikasi juga memungkinkan perusahaan mencari pekerja tanpa perlu membatasi pencariannya secara lokal; proses seperti ini disebut arbitrase tenaga kerja global. Salah satu contoh perang pencarian bakat adalah pengangkatan kepala eksekutif asing di markas perusahaan loka.[261][262][263][264][265]
Meski begitu, pekerja produksi dan jasa di negara-negara maju gagal bersaing secara langsung dengan pekerja berupah rendah di negara-negara berkembang.[266] Negara yang menerapkan upah rendah mendapatkan elemen kerja bernilai tambah rendah yang sebelumnya ada di negara maju, sedangkan pekerjaan bernilai tingginya masih bertahan. Misalnya, jumlah total orang yang bekerja di pabrik di Amerika Serikat berkurang, namun nilai tambah per pekerjanya meningkat.[267]
Ada banyak contoh perpindahan tenaga kerja ke negara berkembang. Dua contoh di antaranya bisa ditemukan di Tiongkok dan Afrika Selatan. Kesuksesan Tiongkok membuat jumlah lapangan pekerjaan di negara berkembang lainnya dan negara-negara Barat berkurang drastis.[268] Sejak 2000 hingga 2007, Amerika Serikat kehilangan 3,2 juta lapangan pekerjaan manufaktur (pabrik).[269] Pada tanggal 26 April 2005, Asia Times Online menulis bahwa, "Di raksasa regional Afrika Selatan, sekitar 300.000 pekerja tekstil kehilangan pekerjaannya dalam dua tahun terakhir karena masuknya barang-barang buatan Tiongkok [ke Afrika Selatan]."[270]
Pada tahun 2012, menurut Eurostat, tingkat pengangguran Eropa mencetak rekor tertinggi sebesar 11,8%, artinya 18,8 juta orang tidak memiliki pekerjaan dan jumlah pengangguran muda mencapai tingkat tertinggi.[271] Tingkat pengangguran muda pada awal 2013 di Spanyol naik 56%, sedangkan di Yunani naik 62,5%.[272] Penelitian menunjukkan bahwa kaum pemuda di Eropa khawatir dengan masa depan mereka.[273]
Ekonom pemenang Hadiah Nobel, Michael Spence, menulis bahwa, "Perubahan ekonomi global besar-besaran sejak Perang Dunia II memberi efek yang sangat positif. Ratusan juta orang di negara berkembang keluar dari jeratan kemiskinan, dan jutaan lainnya akan menyusul pada masa depan. Ekonomi global akan terus tumbuh, sedikitnya tiga kali lipat dalam kurun 30 tahun selanjutnya. Keuntungan seseorang bukanlah kerugian orang lain; pertumbuhan global itu sama sekali bukan masalah menang atau kalah. Namun, globalisasi masih merugikan sejumlah kelompok masyarakat di berbagai negara, termasuk negara maju.”[274]
Tidak semua orang bersikap optimis mengenai kelanjutan pertumbuhan ekonomi pada masa depan. Agustinus Karlo Lumban Raja, kepala Departemen Inisiatif Lingkungan dan Kebijakan Sawit Watch, mengatakan bahwa, "Penyebaran dan intensifikasi konflik sosial horizontal atas batas tanah adat membuktikan bahwa suku Malind terancam. Tanah adat mereka menjadi target pembangunan oleh sektor swasta tanpa adanya musyawarah dengan berbagai klan dan suku yang mengklaim tanah tersebut.”"[275]
Perpindahan internasional[sunting | sunting sumber]
Banyak negara yang memiliki semacam program pekerja tamu yang kebijakannya sama seperti yang ada di A.S. yang mengizinkan perusahaan A.S. untuk mempekerjakan warga non-A.S. selama tiga tahun, lalu mendeportasi mereka seandainya belum mengajukan permohonan kartu hijau. Per 2009, lebih dari 1.000.000 pekerja tamu menetap di Amerika Serikat. Program terbesarnya, visa H-1B, melibatkan 650.000 pekerja di Amerika Serikat,[276] dan program terbesar keduanya, visa L-1, melibatkan 350.000 pekerja.[277] Ada lagi jenis visa Amerika Serikat yang diberlakukan untuk pekerja tamu, seperti visa H-2A yang mengizinkan petani memperkerjakan pekerja tamu dengan jumlah tak terbatas. Amerika Serikat menjalankan program pekerja tamu Meksiko pada 1942–1964 dengan nama Program Bracero.
Sebuah artikel di The New Republic mengkritik program pekerja tamu dengan menyamakan mereka dengan warga kelas dua yang tidak akan mampu mendapatkan kewarganegaraan dan mendapatkan hak yang lebih sedikit daripada warga Amerika Serikat.[278]
Perpindahan pekerja berpendidikan dan terampil disebut pengurasan otak. Misalnya, Amerika Serikat mempersilakan para perawat dari seluruh dunia untuk bekerja di sana.[279] Pengurasan otak dari Eropa ke Amerika Serikat berarti bahwa sekitar 400.000 mahasiswa lulusan jurusan iptek di Eropa sekarang tinggal di Amerika Serikat, dan kebanyakan di antaranya tidak berencana pulang ke Eropa.[280] Hampir 14 juta imigran datang ke Amerika Serikat sejak tahun 2000 sampai 2010.[281]
Imigran di Amerika Serikat bersama keturunannya mendirikan lebih dari 40 persen perusahaan di daftar Fortune 500 versi 2010. Mereka mendirikan tujuh dari sepuluh perusahaan paling bernilai di dunia.[282]
Pengurasan otak terbalik adalah perpindahan modal manusia dari negara yang lebih maju ke negara yang kurang maju. Ini dianggap sebagai hasil yang masuk akal dari strategi menabung dan mengasah kemampuan yang dilakukan migran di luar negeri agar mereka bisa memanfaatkannya di negara asalnya.[283]
Pengurasan otak terbalik bisa terjadi ketika ilmuwan, teknisi, atau kaum intelektual lainnya pindah ke negara maju untuk belajar di universitasnya, melakukan penelitian, atau mencari pengalaman kerja di bidang-bidang yang mungkin dibatasi di negara asalnya. Para profesinoal ini kemudian pulang ke negara asalnya setelah beberapa tahun mencari pengalaman untuk merintis bisnis, mengajar di perguruan tinggi, atau bekerja untuk perusahaan multinasional di negara asalnya.[284]
Remitansi adalah transfer uang dari seorang pekerja asing ke negara asalnya. Remitansi memainkan peran penting dalam ekonomi beberapa negara serta berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan kelangsungan hidup masyarakat yang kurang mampu. Menurut perkiraan Bank Dunia, total remitansi tahun 2009 mencapai US$414 miliar, US$316 miliar di antaranya mengalir ke negara-negara berkembang dan melibatkan 192 juta pekerja migran.[285] Bagi sejumlah negara, nilai remitansi bisa mewakili sepertiga PDB-nya.[285] Karena penerima remitansi memiliki kemungkinan besar untuk memiliki rekening bank, remitansi memberi jalan bagi pengirim dan penerima untuk memanfaatkan layanan keuangan. Inilah aspek penting remitansi yang bertujuan mempromosikan pembangunan ekonomi. Negara yang memiliki persentase remitansi besar di PDB-nya didominasi negara-negara kecil seperti Tajikistan (45%), Moldova (38%), dan Honduras (25%).[286]
IOM menyebutkan terdapat lebih dari 200 juta migran di seluruh dunia pada tahun 2008,[287] termasuk yang melalui imigrasi ilegal.[288][289] Arus remitansi ke negara berkembang mencapai US$328 miliar pada tahun 2008 dan diperkirakan mencapai US$515 miliar pada tahun 2015.[290]
Pernikahan transnasional adalah pernikahan antar dua orang dari negara yang berbeda. Berbagai permasalahan muncul dalam pernikahan beda negara, termasuk masalah kewarganegaraan dan budaya yang menambah kerumitan dan tantangan pada hubungan suami-istri. Di era globalisasi, ketika orang-orang punya jaringan kenalan dan tempat di seluruh dunia dan tidak terpaku pada satu tempat lagi, semakin banyak orang yang menikah tanpa melihat batas negara. Penikahan transnasional adalah produk sampingan pergerakan dan perpindahan manusia.
Dukungan dan tentangan[sunting | sunting sumber]
Reaksi terhadap proses yang memengaruhi globalisasi terus bermunculan dan beragam seiring waktu berjalan. Perbedaan filosofis mengenai kerugian dan keuntungan proses semacam itu melahirkan berbagai ideologi dan gerakan sosial. Pendukung pertumbuhan, perluasan, dan pembangunan ekonomi umumnya memandang proses globalisasi dalah sesuatu yang diinginkan atau diperlukan demi kesejahteraan umat manusia.[291] Penentangnya melihat satu atau beberapa proses globalisasi sebagai sesuatu yang merusak kesejahteraan sosial di tingkat global maupun lokal;[291] mereka mempertanyakan keberlanjutan sosial atau alamiah dari perluasan ekonomi jangka panjang yang berjalan terus-menerus, kesenjangan struktur sosial yang diakibatkan oleh proses-proses tersebut, serta etnosentrisme kolonial, imperialistik, atau hegemonik, asimilasi budaya, dan apropriasi budaya yang mendasari proses tersebut.
Seperti yang dikatakan Noam Chomsky:
Sistem propaganda yang ada saat ini membuat kata "globalisasi" merujuk pada versi tertentu integrasi ekonomi internasional yang mereka inginkan, yang mengutamakan hak-hak investor dan pemberi pinjaman, sedangkan hak-hak masyarakat hanyalah sampingan semata. Mengenai penggunaan kata ini, pihak-pihak yang mendukung bentuk lain dari integrasi internasional yang mengutamakan hak-hak asasi manusia menjadi kaum "anti-globalis". Ini propaganda vulgar, layaknya istilah "anti-Soviet" yang digunakan oleh para penguasa kejam untuk menyebut para pengkritiknya. Istilah itu tidak hanya vulgar, tapi bodoh. Mari kita ambil contoh Forum Sosial Dunia (WSF) yang disebut "anti-globalisasi" dalam sistem propaganda yang kebetulan mencakup media, masyarakat berpendidikan, dan lain-lain dengan pengecualian tertentu. WSF adalah contoh paradigma globalisasi. WSF adalah perkumpulan manusia dalam jumlah besar dari seluruh dunia, dari setiap bidang kehidupan yang kita tahu, berbeda dengan kaum elit berjumlah kecil yang bertemu di Forum Ekonomi Dunia dan disebut "pro-globalisasi" oleh sistem propaganda.[292]
Pendukung[sunting | sunting sumber]
Umumnya, pebisnis korporat, terutama di sektor keuangan, melihat globalisasi sebagai pendorong positif di dunia. Banyak ekonom mengutip statistik yang tampaknya mendukung dampak positif tersebut. Misalnya, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) per kapita di negara-negara global pasca-1980 naik dari 1,4 persen per tahun pada 1960-an dan 2,9 persen per tahun pada 1970-an menjadi 3,5 persen pada 1980-an dan 5,0 persen pada 1990-an. Percepatan pertbumuhan ini sangat luar biasa karena negara-negara kaya mengalami penurunan pertumbuhan yang stabil dari 4,7 persen pada 1960-an ke 2,2 persen pada 1990-an. Selain itu, negara berkembang non-global seolah menderita lebih parah ketimbang para pengglobal (globalizer). Tingkat pertumbuhan tahunan negara-negara tersebut jatuh dari 3,3 persen sepanjang 1970-an menjadi hanya 1,4 persen sepanjang 1990-an. Pertumbuhan cepat di kalangan pengglobal ini bukan hanya disebabkan oleh kuatnya ekonomi Tiongkok dan India tahun 1980-an dan 1990-an – 18 dari 24 negara pengglobal mengalami kenaikan pertumbuhan, banyak di antaranya lumayan tinggi.[293]
Liberalisme ekonomi dan perdagangan bebas[sunting | sunting sumber]
Kaum liberal ekonomi dan neoliberal umumnya berpendapat bahwa tingkat kebebasan ekonomi dan politik yang lebih luas dalam bentuk perdagangan bebas di negara maju merupakan harga mati, sehingga menghasilkan kekayaan material yang lebih banyak. Globalisasi dipandang sebagai proses penyebaran kebebasan dan kapitalisme yang menguntungkan.[294] Jagdish Bhagwati, mantan penasihat globalisasi untuk PBB, mengatakan bahwa meskipun jelas sekali masalah yang dihasilkan pembangunan yang terlalu cepat, globalisasi adalah dorongan positif yang mengangkat sebuah negara dari garis kemiskinan dengan memulai siklus ekonomi disertai pertumbuhan ekonomi yang cepat.[182] Ekonom Paul Krugman adalah pendukung globalisasi dan perdagangan bebas garis keras lainnya yang hampir selalu tidak setuju dengan sebagian besar kritikus globalisasi. Ia berpendapat bahwa para kritikus tadi kurang memiliki pengetahuan dasar soal keunggulan komparatif dan manfaatnya di dunia modern.[295]
Arus migran ke negara-negara yang ekonominya maju diklaim berhasil menciptakan penyatuan upah global. Penelitian IMG menunjukkan adanya kemungkinan transfer keterampilan ke negara berkembang setelah upah di negara tersebut naik.[16] Pembebasan pengetahuan juga merupakan aspek integral dari globalisasi. Inovasi teknologi (atau transfer teknologi) dirancang supaya lebih menguntungkan bagi negara berkembang dan negara kurang berkembang, contohnya dalam hal penggunaan telepon genggam.[17]
Pertumbuhan ekonomi cepat mulai terjadi di Asia setelah Asia menerapkan kebijakan ekonomi berbasis orientasi pasar yang mengutamakan hak kepemilikan swasta, perusahaan bebas, dan persaingan. Lebih spesifik lagi, di negara-negara berkembang Asia Timur, PDB per kapita naik 5,9% per tahun sejak 1975 sampai 2001 (menurut Human Development Report 2003[296] yang dirilis UNDP). Jurnalis ekonomi Britania Raya, Martin Wolf, mengatakan bahwa pendapatan negara-negara berkembang miskin, yang jumlah penduduknya mewakili lebih dari separuh populasi dunia, tumbuh lebih cepat ketimbang negara-negara kaya yang pertumbuhannya relatif stabil, lantas mengurangi kesenjangan internasional dan kemiskinan.
Perubahan demografi tertentu di negara berkembang setelah liberalisasi ekonomi dan integrasi internasional aktif menghasilkan peningkatan kesejahteraan umum dan berkurangnya kesenjangan. Menurut Wolf, di semua negara berkembang, harapan hidup naik empat bulan setiap tahunnya sejak 1970, dan kematian bayi berkurang dari 107 per 1.000 bayi pada tahun 1970 menjadi 58 per 1.000 pada tahun 2000 berkat perbaikan standar hidup dan kondisi kesehatan. Selain itu, tingkat melek huruf dewasa di negara berkembang naik 53% pada tahun 1970 menjadi 74% pada tahun 1998, dan tingkat buta huruf yang lebih rendah di kalangan pemuda menandakan bahwa jumlah penduduk buta huruf akan terus berkurang seiring waktu. Turunnya tingkat kelahiran di seluruh negara berkembang dari 4,1 kelahiran per wanita tahun 1980 hingga 2,8 kelahiran per wanita tahun 2000 menandakan adanya kenaikan tingkat pengetahuan wanita mengenai kelahiran serta pengawasan anak melalui perhatian orang tua.[297] Konsekuensinya, orang tua yang lebih sejahtera dan berpendidikan yang anak-anaknya sedikit memutuskan untuk menjauhkan mereka dari kerja dini supaya mereka bisa berkesempatan menuntut ilmu di sekolah; keputusan ini turut menyelesaikan masalah tenaga kerja anak. Walaupun seolah ada distribusi pendapatan yang tidak setara di negara-negara berkembang, pertumbuhan dan pembangunan ekonominya memberi standar hidup yang lebih tinggi dan kesejahteraan bagi semua orang.
Demokrasi global[sunting | sunting sumber]
Globalisasi demokrasi adalah gerakan yang memperjuangkan sistem demokrasi global yang akan memberi warga dunia hak suara di lembaga politik. Demokrasi global akan melintasi negara-bangsa, oligopoli perusahaan, lembaga swadaya masyarakat ideologis, aliran politik, dan magia. Salah seorang pendukung yang paling lantang adalah pemikir politik asal Britania Raya, David Held. Pendukung globalisasi demokrasi berpendapat bahwa perluasan dan pembangunan ekonomi harus dijadikan tahap pertama pelaksanaan globalisasi demokrasi, kemudian diikuti tahap pembangunan lembaga politik global. Francesco Stipo, Direktur United States Association of the Club of Rome, mendukung agar semua negara bersatu membentuk pemerintahan dunia. Ia berpendapat bahwa pemerintahan dunia "mencerminkan keseimbangan politik dan ekonomi negara-negara di dunia. Konfederasi dunia tidak akan melampaui kewenangan pemerintahan masing-masing negara, melainkan menjadi pelengkap, karena pemerintah negara dan dunia memiliki kekuasaan di dalam lingkup kompetensinya".[299] Mantan Senator Kanada Douglas Roche, O.C., melihat globalisasi sebagai sesuatu yang tak dapat dihindari dan mendukung pembentukan institusi-institusi seperti Majelis Parlementer Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dipilih langsung untuk mengawasi badan internasional yang anggotanya tidak masuk melalui pemilihan langsung.[300]
Kerja sama internasional[sunting | sunting sumber]
Kerja sama militer pernah terjadi pada masa lalu. Salah satu contohnya adalah kerja sama keamanan antara Amerika Serikat dan bekas Uni Soviet setelah Perang Dingin yang berhasil membuat komunitas internasional tercengang. Pengendalian senjata dan perjanjian pelucutan senjata, termasuk Strategic Arms Reduction Treaty (lihat START I, START II, START III, dan New START) dan pembentukan Kemitraan Perdamaian NATO, Dewan NATO Rusia, Kemitraan Global G8 Melawan Penyebaran Senjata dan Bahan Penghancur Massal, merintis serangkaian inisiatif pengendalian senjata dan denuklirisasi yang konkret. Kerja sama A.S.–Rusia diperkuat oleh perjanjian anti-terorisme yang disahkan pasca 9/11.[301]
Salah satu kerja sama lingkungan tersukses yang pernah terjadi adalah perjanjian pengurangan klorofluorokarbon (CFC) sesuai Protokol Montreal untuk mengurangi penipisan ozon. Perdebatan terkini seputar energi nuklir dan pembangkit listrik tenaga batu bara menghasilkan satu konsensus lagi soal tindakan yang perlu diambil setiap negara. Selain itu, pencapaian besar di Mahkamah Internasional dapat dipelajari melalui studi pembangunan.[301]
Kewarganegaraan global[sunting | sunting sumber]
Kewarganegaraan global memaparkan bahwa kewarganegaraan dapat dipahami dalam skala global sebagai kontrak sosial antara penduduk global pada era interdependensi dan interaksi. Para pengusung konsep ini mendefinisikannya sebagai pemikiran bahwa kita punya hak dan tanggung jawab tertentu terhadap satu sama lain atas dasar wujud kita sebagai manusia di Bumi.[302] Penduduk dunia memiliki beberapa makna sejenis, dan kadang-kadang merujuk pada seseorang yang tidak setuju dengan pembagian geopolitik tradisional yang berasla dari kependudukan nasional. Kemunculan sentimen ini bisa dilacak hingga zaman Sokrates. Plutarkhus mengutip bahwa Sokrates pernah berkat: "Aku bukan warga Athena, bukan warga Yunani, melainkan warga dunia."[303] Di dunia yang semakin saling tergantung, warga dunia membutuhkan pemandu atau kompas untuk membentuk pola pikirnya dan menciptakan kesadaran bersama dan rasa tanggung jawab global atas isu-isu seperti masalah lingkungan dan proliferasi nuklir.[304]
Kosmopolitanisme adalah usulan bahwa semua suku bangsa merupakan satu komunitas tunggal dengan moralitas yang sama. Seseorang yang menganut ide kosmopolitanisme dalam bentuk apapun disebut kosmopolitan atau kosmopolit.[305] Masyarakat kosmopolitan bisa diwujudkan atas dasar moralitas inklusif, hubungan ekonomi bersama, atau struktur politik yang mencakup berbagai negara. Masyarakat kosmopolitan adalah masyarakat yang setiap individunya berasal dari tempat yang berbeda (e.g. negara-bangsa) dan berhubungan atas dasar saling menghargai. Misalnya, Kwame Anthony Appiah menunjukkan adanya kemungkinan masyarakat kosmopolitan yang para individunya datang dari berbagai latar belakang (fisik, ekonomi, dll.) dan menciptakan hubungan atas dasar saling menghargai meski berbeda kepercayaan (agama, politik, dll.).[306]
Filsuf Kanada Marshall McLuhan memopulerkan istilah Desa Global pada 1962.[307] Pandangannya menyebutkan bahwa globalisasi akan menciptakan dunia ketika semua negara semakin terintegrasi dan sadar akan kepentingan bersama dan kemanusiaan.[308]
Kritik[sunting | sunting sumber]
Kritik terhadap globalisasi biasanya berawal dari diskusi seputar dampak proses globalisasi pada planet Bumi dan manusia. Para pengkritik mempertanyakan patokan ukur tradisional seperti PDB dan beralih ke patokan lain seperti koefisien Gini [309] atau Happy Planet Index,[310] serta menyebut bahwa "berbagai konsekuensi fatal yang saling berkaitan–disintegrasi sosial, kegagalan demokrasi, kerusakan lingkungan yang cepat dan meluas, penyebaran penyakit baru, bertambahnya kemiskinan dan pengasingan"[311] adalah konsekuensi globalisasi yang tak disengaja.
Kritik berdatangan dari kalangan perkumpulan gereja, kelompok pembebasan nasional, serikat pekerja, intelektual, seniman, proteksionis, anarkis, pendukung relokalisasi (e.g., konsumsi barang lokal), dan lain-lain. Ada kritikus yang reformis (mendukung kapitalisme yang lebih moderat), dan ada pula yang revolusioner (mendukung peralihan kekuasaan dari swasta ke publik) atau reaksioner (publik ke swasta).
Sejumlah kritikus berpendapat bahwa globalisasi merusak keragaman budaya. Ketika kebudayaan negara pendominasi diperkenalkan ke negara penerima melalui globalisasi, kebudayaan asing itu bisa mengancam keragaman budaya lokal. Ada juga yang berpendapat bahwa globalisasi akan mengakibatkan westernisasi atau Amerikanisasi kebudayaan, suatu fenomena ketika konsep budaya negara-negara Barat yang lebih maju dari segi ekonomi dan politik menyebar dan mengancam kebudayaan lokal.
Beberapa penentang melihat globalisasi sebagai pengutamaan kepentingan kaum korporatis.[312] Mereka juga mengklaim bahwa bertambahnya otonomi dan kekuatan entitas perusahaan turut membentuk kebijakan pollitik negara.[313][314] Mereka mendukung institusi global dan kebijakan-kebijakan yang menurutnya mampu menyelesaikan permasalahan moral kelas bawah dan pekerja serta masalah lingkungan.[315] Pendapat ekonomi yang dilontarkan para teoriwan perdagangna adil mengklaim bahwa perdagangan bebas tak terbatas menguntungkan pihak-pihak yang memiliki keunggulan finansial yang lebih tinggi (i.e., orang kaya) dan mengorbankan orang miskin.[316]
Para kritikus berpendapat bahwa globalisasi menyebabkan:
- Negara-negara miskin merugi: Perdagangan bebas memang mendorong terjadinya globalisasi di semua negara, tetapi beberapa negara mencoba melindungi pemasok dalam negerinya. Ekspor utama negara miskin biasanya produk pertanian. Negara besar biasanya memberi subsidi untuk petani (e.g. Common Agricultural Policy Uni Eropa) sehingga menurunkan harga hasil tani asing di pasaran.[317] Joseph Stiglitz berpendapat bahwa negara-negara yang mengelola sendiri ekonominya mendapatkan banyak manfaat dari globalisasi, sedangkan negara-negara yang ekonominya dikelola oleh lembaga internasional seperti IMF kurang mendapatkan manfaat dari globalisasi.[318]
- Perpindahan ke alihdaya: Globalisasi memungkinkan perusahaan memindahkan lapangan pekerjaan produksi dan jasa dari daerah berupah tinggi, sehingga menciptakan kesempatan ekonomi dengan upah dan tunjangan pekerja yang bersaing.[117]
- Serikat pekerja lemah: Surplus tenaga kerja murah ditambah kenaikan jumlah perusahaan yang menjalani transisi memperlemah serikat pekerja di daerah berupah tinggi. Serikat pekerja kehilangan keefektifannya dan pekerja kehilangan antusiasmenya untuk bergabung karena jumlah anggota serikat terus berkurang.[317]
- Peningkatan eksploitasi tenaga kerja anak: Negara yang kurang melindungi anak-anak rentan disusupi perusahaan terselubung dan geng kriminal yang ingin mengeksploitasi mereka. Contoh pekerjaan yang dipaksakan kepada anak-anak adalah pertambangan, pembongkaran kapal, dan perkebunan, namun ada pula penyelundupan, budak seks, kerja paksa, prostitusi, dan pornografi.[319]
Helena Norberg-Hodge, direktur dan pendiri ISEC, mengkritik globalisasi dari berbagai sisi. Dalam bukunya, Ancient Futures, Norberg-Hodge mengklaim bahwa "keseimbangan lingkungan dan keselarasan sosial yang bertahan selama sekian abad terancam oleh tekanan pembangunan dan globalisasi." Ia juga mengkritik standardisasi dan rasionalisasi globalisasi, as it does not always yield the expected growth outcomes. Walaupun globalisasi berlangsung dengan tahap-tahap yang sama di hampir semua negara, para pakar seperti Hodge mengatakan bahwa globalisasi tidak efektif bagi negara-negara tertentu. Globalisasi justru memundurkan sejumlah negara dan tidak membangun sama sekali.[320]
Gerakan anti-globalisasi[sunting | sunting sumber]
Anti-globalisasi, atau kontra-globalisasi,[321] terdiri dari sejumlah kritik terhadap globalisasi, namun umumnya kritis terhadap globalisasi kapitalisme korporat.[322] Gerakan ini juga lebih sering disebut sebagai gerakan alter-globalisasi, gerakan anti-globalis, gerakan anti-globalisasi perusahaan,[323] atau gerakan melawan globalisasi neoliberal. Gerakan anti-globalisasi bisa disebut meliputi ideologi-ideologi yang ada di "gerakan" lainnya, yaitu penolakan terhadap integrasi pasar modal, keadilan sosial dan kesenjangan, anti-konsumerisme, anti-pemerintahan global, dan penolakan pencinta lingkungan. Setiap ideologi tersebut dapat disertakan dalam gerakan anti-globalisasi, tetapi pada umumnya gerakan ini mengerahkan segala upayanya pada prinsip-prinsip utama ini. Gerakan anti-globalisasi dianggap sebagai gerakan sosial yang baru dan modern, karena isu-isu yang diperjuangkannya cocok dengan zaman modern. Akan tetapi, peristiwa yang membakar semangat gerakan ini sudah ada sejak zaman perlawanan terhadap kolonialisme Eropa dan imperialisme Amerika Serikat 500 tahun yang lalu.[324] Ini mengacu pada benua Afrika yang dikolonisasi dan diperas sumber daya alamnya oleh bangsa Eropa pada abad ke-19. Gerakan anti-globalisasi juga sangat terkait dengan mobilisasi anti-Perang Vietnam antara 1960 dan 1970, serta protes internasional terhadap penyesuaian struktur di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Sosiolog Britania Paul Q. Hirst dan ekonom politik Grahame F. Thompson mengatakan bahwa istilah ini masih kabur;[325] aktivitas "gerakan anti-globalisasi" mencakup upaya-upaya untuk menunjukkan kedaulatan, mempraktikkan pembuatan keputusan demokratis lokal, atau membatasi pergerakan orang, barang, dan ideologi kapitalis, terutama deregulasi pasar bebas, secara internasional. Pengarang dan aktivis sosial Kanada Naomi Klein berpendapat bahwa istilah ini bisa berarti satu gerakan sosial atau beberapa gerakan sosial seperti nasionalisme dan sosialisme.[326] Bruce Podobnik, sosiolog di Lewis and Clark College, menyatakan bahwa, "mayoritas kelompok yang berpartisipasi dalam protes semacam ini mendapatkan dukungan internasional, dan mereka biasanya menuntut globalisasi yang memperbaiki perwakilan demokratis, hak asasi manusia, dan egalitarianisme."[327] Ekonom Joseph Stiglitz dan Andrew Charlton menulis:
Gerakan anti-globalisasi menolak aspek-aspek globalisasi yang mereka anggap negatif. Istilah 'anti-globalisasi' sendiri adalah sebuah kesalahan, karena kelompok yang mewakili banyak kepentingan dan isu dan orang-orang yang terlibat dalam gerakan anti-globalisasi justru mendukung hubungan yang lebih erat antara masyarakat dan kebudayaan dunia melalui, misalnya, bantuan, bantuan pengungsi, dan isu lingkungan global.[328]
Umumnya, penentang globalisasi di negara-negara maju berasal dari kelas menengah dan berpendidikan tinggi. Ini berbeda jauh dengan penentang globalisasi di negara-negara berkembang. Gerakan anti-globalisasi di negara berkembang lebih berhasil menarik perhatian jutaan pekerja dan petani.[329]
Para pendukung gerakan ini sadar dengan ketidaksetaraan kekuasaan dan sikap menghargai dalam perdagangan internasional antara negara maju dan kurang maju.[330] Aktivis yang mendukung gerakan anti-globalisasi menentang masalah yang bermacam-macam. Ada beberapa dimensi globalisasi, yaitu ekonomi, politik, budaya, lingkungan, dan ideologi. Subkelompoknya yang banyak mencakup anggota serikat pekerja, environmentalis, anarkis, aktivis hak lahan dan hak pribumi, organisasi HAM dan pembangunan berkelanjutan, penentang swastanisasi, dan aktivis anti-pabrik peras (sweatshop).[324]
Taktik gerakan[sunting | sunting sumber]
D.A. Snow et al. mengatakan bahwa gerakan anti-globalisasi merupakan contoh gerakan sosial baru. Gerakan jenis ini menggunakan taktik yang unik dan memanfaatkan sumber daya yang tidak pernah digunakan oleh gerakan sosial lain.[331] Para pelakunya berpartisipasi dalam hal-hal seperti taktik disruptif (mengganggu), misalnya flash mob untuk menarik perhatian sekitar dan menyebarkan informasi soal efek globalisasi. Ada pula penyebaran informasi tentang gerakan sosial melalui media sosial, dan getok tular tentang LSM, organisasi, dan gerakan yang bekerja untuk meringangkan efek globalisasi. Situs-situs web seperti Twitter dan Facebook menjadi alat yang berguna bagi masyarakat untuk mengetahui peristiwa-peristiwa di dunia, unjuk rasa atau taktik yang sedang berlangsung, serta aktivitas LSM yang membantu negara-negara miskin.
Salah satu taktik gerakan ini yang paling terkenal adalah Battle of Seattle tahun 1999, yaitu unjuk rasa menolak Rapat Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia ke-3.[324] Protes atau unjuk rasa ini bisa disebut sebagai perkumpulan orang-orang akar rumput yang memiliki tujuan dalam gerakan anti-globalisasi yang berunju krasa melawan kekuasaan korporat di WTO. Di seluruh dunia, gerakan sosial baru melakukan protes di luar gedung pertemuan WTO, International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, Forum Ekonomi Dunia, dan Group of Eight (G8).[324] Dalam unjuk rasa di Seattle, para pesertanya menggunakan taktik kreatif dan kekerasan untuk menggalang kesadaran atas permasalahan globalisasi. Battle of Seattle masih merupakan salah satu protes gerakan sosial terpenting dalam 20 tahun terakhir.
Penolakan integrasi pasar modal[sunting | sunting sumber]
Pasar modal memiliki kaitan dengan pengumpulan dan investasi uang di berbagai badan usaha. Eratnya integrasi pasar keuangan antarnegara menciptakan pasar modal global atau pasar dunia tunggal. Dalam jangka panjang, pergerakan modal antarnegara akan menguntungkan para pemilik modal; dalam jangka pendek, pemilik dan pekerja di sektor-sektor tertentu di negara pengekspor modal dibebani karena harus menyesuaikan dengan pergerakan modal yang semakin banyak.[332] Cukup wajar apabila kondisi seperti ini berujung pada perpecahan politik saat membicarakan dorongan atau peningkatan integrasi pasar modal internasional.
Para penentang integrasi pasar modal atas dasar hak asasi manusia merasa terganggu oleh berbagai pelanggaran yang dirasa diotaki oleh lembaga-lembaga global dan internasional yang katanya mempromosikan neoliberalisme tanpa mematuhi standar etik. Ini bisa disebut "kapitalisme korporat", yaitu organisasi-organisasi berorientasi uang seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional, dan perusahaan multinasional yang populer dan kompetitif seperti Nike dan lain-lain. Target yang paling lazim bagi pengunjuk rasa adalah Bank Dunia (WB), Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan perjanjian perdagangan bebas seperti North American Free Trade Agreement (NAFTA), Free Trade Area of the Americas (FTAA), Multilateral Agreement on Investment (MAI), dan General Agreement on Trade in Services (GATS). Karena ada celah ekonomi antara negara kaya dan miskin, para pendukung gerakan ini mengklaim "perdagangan bebas" tanpa peraturan yang melindungi negara kurang modal hanya akan memperkuat kekuatan negara-negara maju (sering disebut "Utara", berlawanan dengan "Selatan" untuk menyebut dunia berkembang). Beberapa perusahaan Utara yang kuat telah menerapkan kebijakan seperti swastanisasi industri publik dan pengurangan tarif. Aksi ini justru memunculkan banyak pabrik peras (sweatshop) di negara berkembang yang upahnya kecil dan tidak adil dan kondisinya tidak aman bagi kesehatan dan psikologi pekerja. Negara-negara Utara mendapatkan manfaatnya dengan membeli barang yang harganya lebih murah. Sayangnya, produksi barang murah ini merugikan orang-orang miskin dan komunitasnya atau negaranya secara keseluruhan. Saat ini, perdagangan adil telah diberlakukan untuk membangun kembali ekonomi negara-negara dunia ketiga dengan membayar karyawan produsen barang ekspor dengan pantas sesuai kinerjanya.[333]
Keadilan dan kesenjangan global[sunting | sunting sumber]
Gerakan keadilan global adalah perkumpulan individu dan kelompok—biasa disebut "gerakan pergerakan"—yang menuntut adanya aturan perdagangan adil dan melihat badan integrasi ekonomi global saat ini sebagai suatu masalah.[334] Gerakan ini sering dicap sebagai gerakan anti-globalisasi oleh media arus utama. Anggota gerakan ini sering membantah bahwa mereka anti-globalisasi serta menegaskan bahwa mereka mendukung globalisasi komunikasi dan manusia dan hanya menentang ekspansi kekuasaan perusahaan secara global.[335] Gerakan ini didasarkan pada ide keadilan sosial yang menginginkan terbentuknya masyarakat atau lembaga berdasarkan prinsip kesetaraan dan solidaritas, nilai hak asasi manusia, dan martabat setiap manusia.[336][337][338] Kesenjangan sosial di dalam dan antar negara, termasuk celah digital global, adalah fokus utama gerakan ini. Banyak lembaga swadaya masyarakat dibentuk untuk memerangi kesenjangan yang terjadi di Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Beberapa lembaga swadaya masyarakat yang terkenal adalah War Child, Red Cross, Free The Children, dan CARE International. Mereka biasanya bekerja sama memperbaiki kehidupan masyarakat di dunia ketiga dengan membangun sekolah, memperbaiki infrastruktur, memasok air bersih, membeli perlengkapan dan persediaan untuk rumah sakit, dan bantuan lainnya.
Kesenjangan[sunting | sunting sumber]
Pesatnya perdagangan internasional dengan larangan masuk yang tinggi, konsolidasi perusahaan, surga pajak dan cara penghindaran pajak lainnya, dan korupsi politik telah meningkatkan kesenjangan pendapatan dan pemusatan kekayaan: distribusi aset (kekayaan) ekonomi dan pendapatan yang semakin tidak merata di antara penduduk dunia, negara, dan individu. Kesenjangan ekonomi bervariasi antara masyarakat, periode sejarah, struktur atau sistem ekonomi (misalnya kapitalisme atau sosialisme), peperangan yang sedang berlangsung atau selesai, gender, dan kemampuan individu untuk menghasilkan kekayaan.[339] Ada berbagai indeks numerik untuk mengukur kesenjangan ekonomi. Indeks yang paling terkenal adalah koefisien Gini, namun selain itu ada juga beberapa metode lain.
Kesenjangan ekonomi memengaruhi ekuitas, kesetaraan pengeluaran, dan kesetaraan kesempatan. Walaupun pemikiran lama menganggap kesenjangan ekonomi diperlukan dan membawa manfaat,[340] kesenjangan ekonomi belakangan ini lebih sering dianggap sebagai masalah sosial.[341] Penelitian-penelitian awal yang menunjukkan bahwa kesetaraan lebih besar menghambat pertumbuhan ekonomi terbukti salah karena tidak mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan bagi kesenjangan untuk menghambat pertumbuhan.[342] Kenyataannya, salah satu penentu pertumbuhan ekonomi tetap yang paling jelas dan penting adalah tingkat kesenjangan pendapatan.[298]
Kesenjangan internasional adalah kesenjangan yang terjadi antarnegara. Kesenjangan ekonomi antara negara kaya dan miskin sangat besar. Menurut Laporan Pembangunan Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2004, PDB per kapita di negara yang pembangunan manusianya tinggi, sedang, dan rendah (klasifikasi menurut Indeks Pembangunan Manusia PBB) masing-masing 24.806, 4.269, dan 1.184 PPP$ (keseimbangan kemampuan berbelanja dalam dolar Amerika Serikat).[343]
Kesenjangan gender di angkatan kerja global[sunting | sunting sumber]
Wanita sering terlibat dalam pekerjaan keras, termasuk pekerjaan berorientasi ekspor. Serangkaian bukti menunjukkan bahwa meski globalisasi memperluas akses pekerjaan bagi wanita, tujuan jangka panjang globalisasi berupa perubahan kesenjangan gender masih tak tercapai dan tampaknya tidak akan bisa dicapai tanpa pengaturan modal serta reorientasi dan perluasan peran negara dalam mendanai kepentingan masyarakat dan menyediakan jaring pengaman sosial.[344]
Anti-konsumerisme[sunting | sunting sumber]
Anti-konsumerisme adalah gerakan sosial-politik yang menentang penyetaraan kebahagiaan pribadi dengan konsumsi dan pembelian barang kepemilikan. Istilah "konsumerisme" pertama kali digunakan tahun 1915 untuk menyebut "dukungan terhadap hak dan kepentingan konsumen", namun istilah "konsumerisme" di sini mengacu pada makna yang dicetuskan tahun 1960, yaitu "pemerolehan barang konsumsi". Kekhawatiran atas perlakuan konsumen melahirkan aktivisme yang lumayan besar serta penyertaan pendidikan konsumen ke kurikulum sekolah.
Aktivisme anti-konsumeris sejalan dengan aktivisme lingkungan, anti-globalisasi, dan aktivisme hak asasi hewan yang sama-sama mengutuk perusahaan modern atau organisasi yang mengejar kepentingan ekonomi saja. Salah satu variasi topik ini adalah aktivisme yang dilakukan kaum poskonsumen. Kaum poskonsumen lebih menekankan pada kehidupan pasca-konsumerisme adiktif.
Belakangan ini semakin banyak buku dan film yang memperkenalkan ideologi anti-perusahaan kepada masyarakat, seperti buku No Logo karya Naomi Klein dan film The Corporation & Surplus.
Penolakan terhadap materialisme ekonomi berasal dari dua sumber utama, agama dan aktivisme sosial. Beberapa agama mengajarkan bahwa materialisme mengganggu hubungan antara manusia dan Tuhan dan materialisme adalah gaya hidup yang tidak bermoral. Para aktivis sosial percaya bahwa materialisme ada kaitannya dengan barang ritel global dan konvergensi pemasok, perang, ketamakan, anomi, kejahatan, kerusakan lingkungan, serta malaise dan ketidakpuasan sosial secara umum.
Anti-pemerintahan global[sunting | sunting sumber]
Sejak 1930-an, muncul penolakan terhadap ide pemerintahan dunia sebagaimana yang diusung oleh sejumlah organisasi seperti World Federalist Movement (WFM).[345] Para penentang pemerintahan global biasanya beropini atas dasar ide tersebut kurang cocok, opresif, dan tidak perlu.[346] Umumnya, para penentang khawatir dengan pemusatan kekuasaan atau kekayaan yang dimiliki pemerintahan seperti itu. Alasan keagamaan juga diangkat; pemerintahan global dipandang sebagai Antikristus atau perwujudannya (lihat Tatanan Dunia Baru (teori konspirasi)). Alasan semacam ini sudah ada sejak zaman pendirian Liga Bangsa-Bangsa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Penolakan pencinta lingkungan[sunting | sunting sumber]
Environmentalisme adalah pemikiran, ideologi, dan gerakan sosial bercakupan luas[347][348][349] yang memperhatikan masalah pelestarian lingkungan dan perbaikan kesehatan lingkungan, apalagi ketika menyangkut makhluk hidup non-manusia. Environmentalisme menuntut perlindungan, pengembalian, dan perbaikan lingkungan alam agar hubungan antara manusia dan lingkungan alaminya seimbang. Keseimbangan ini masih kontroversial dan ada banyak cara untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan. Environmentalisme dan masalah lingkungan sering diwakili atau digambarkan oleh warna hijau,[350] tetapi kaitan warna ini dimanfaatkan oleh industri pemasaran sebagai taktik utama dalam pencucian hijau (greenwashing). Masalah lingkungan yang menyangkut globalisasi meliputi pemanasan global, perubahan iklim, krisis air dan pasokan air dunia, ketidaksetaraan konsumsi energi dan konservasi energi, polusi udara transnasional dan polusi lautan dunia, kelebihan penduduk, keberlanjutan habitat dunia, deforestasi, keragaman hayati, dan kepunahan spesies.
Masalah lainnya adalah "apartheid lingkungan"[351] yang mengklaim bahwa sumber daya dan kekayaan masyarakat dinikmati oleh minoritas kecil ras atau kelas yang sangat terlindungi. Mayoritas penduduk pun tidak berkesempatan mengakses sumber daya yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Pada masa pra-Rio, negara-negara Utara-lah yang banyak berkontribusi pada kerusakan lingkungan. Globalisasi menata ulang struktur kendali atas sumber daya sampai-sampai SDA yang dimiliki negara miskin diambil alih oleh negara kaya dan polusi yang dihasilkan negara kaya dilimpahkan ke negara miskin.[352] Contohnya, 90 persen emisi karbon dioksida dari dulu berasal dari negara maju. Negara maju menghasilkan 90 persen limbah berbahaya dunia setiap tahunnya. Perdagangan bebas global telah mengglobalkan penghancuran lingkungan dengan pola asimetris. Beberapa pihak berpendapat bahwa ekonomi dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan Utara dan mereka terus mengeruk sumber daya negara miskin untuk keperluan aktivias globalnya, sedangkan negara-negara Selatan-lah yang menerima beban lingkungan dari ekonomi global ini. Globalisasi lantas memicu terjadinya apartheid lingkungan.[353]
Permasalahan terkait ialah hipotesis surga polusi yang menyatakan bahwa ketika negara maju besar ingin mendirikan pabrik atau kantor di luar negeri, mereka akan mencari opsi sumber daya dan tenaga kerja termurah yang memiliki akses lahan dan material yang dibutuhkan (lihat race to the bottom).[354] Aktivitas ini biasanya mengabaikan praktik-praktik ramah lingkungan. Negara berkembang yang sumber daya dan tenaga kerjanya murah cenderung memiliki peraturan lingkungan yang longgar. Sebaliknya, negara yang peraturan lingkungannya ketat dirasa semakin tidak cocok bagi perusahaan karena butuh biaya banyak untuk memenuhi standar lingkungan tersebut. Karena itu, perusahaan yang memutuskan berinvestasi secara fisik di luar negeri akan pindah ke negara yang standar lingkungannya rendah atau penegakan hukumnya lemah